Gerimis Lagi, di Desa Tua

teradesa.com. Pagi ini gerimis datang lagi. Ya, sepertinya belum lama kita bersama saat gerimis seperti ini dan di tempat ini. Jika dihitung, saat itu, sekitar 32 tahu lalu. Kok rasanya belum lama ya? Memang waktu itu relatif. Jika perasaan senang dalam mengarungi waktu, maka ia terasa pendek. Sebaliknya, jika dijalani dengan perasaan sedih, maka waktu itu terasa amat panjang.

Relatifitas waktu dan kesedihan terasa panjang ini disebutkan dalam al-Qur’an. “Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. al-Hajj/22: 47).

Didalam al-Qur’an, Allah swt membagi waktu menjadi lima. Pertama, waktu tanpa batasan. Misalnya penyebutan, sa’ah (sekejap atau sesaat). “Dan setiap umat (orang) mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat-pun” (QS. al-A’raaf/7: 34).

Kedua, waktu dengan hitungan. Misalnya disebutkan dalam al-Qur’an dengan ungkapan, ’am, sinin, sanah (tahun) {QS. at-Taubah/9: 126; QS. Yunus/10: 5; QS. al-Hajj/22: 47}, syahr (bulan) {QS. al-Baqarah/2: 185}, dan yaum (hari) {QS. as-Sajdah/32: 5}.

Ketiga, waktu untuk menyebut fenomena alam. Penyebutan ini dikaitkan dengan fenomena malam, siang, atau hari. Misalnya sebutan ibkar, gadah, bukrah, dan isyraq. Kata-kata demikian, misalnya dapat kita temui dalam QS. Ali-Imran/3: 41, QS. al-An’am/6: 52, QS. Maryam/19: 11, dan QS. Sad/38: 18.

Keempat, waktu yang lebih kecil/penggalan waktu. Kadang Allah swt menyukai menyebut waktu sebagi penggalan dari waktu, misalnya sebutan; tarafayin-nahar (tepi siang), zulafam min al-laili (bagian awal malam), li zduluqisy syamsy (tergelincir matahari), ghasaqil laili (gelap malam), dan fajr, an-nujuum, sahar (menjelang pagi).

Kelima, waktu dikaitkan dengan shalat. Misalnya, adh-Dhuha (sepenggalan naik), al-Ashr (sore), dan subuh atau fajr (pagi hari).

Waktu dan semua yang terkandung didalamnya menyimpan banyak misteri. Tidak seorangpun mampu memprediksi isi atau yang akan terjadi didalamnya. Manusia hanya merencanakan, dan menjalani, tetapi pada akhirnya manusia harus tunduk pada takdir-Nya.

Sama, saya tidak pernah membayangkan, jika pertemuan dalam gerimis di desa tua itu tadi, hanyalah mimpi. Kusadari bahwa pegangan tanganmu dengan penuh hangat dalam gerimis itu hanyalah mimpi, saat istri membangunkan untuk shalat tahajud. (ga ada sambungannya ya, kan hanya mimpi). #Nur Kholis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top