teradesa.com. Pembaca semua pasti tahu, dan ingat Presiden kedua RI, yaitu Soeharto. Sejak kejatuhan pemerintahannya di tahun 1998, nama Soeharto agak jarang dibincangkan. Padahal, sejak tahun 1967 ia telah menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
31 tahun, tentu waktu yang cukup panjang untuk mewariskan (legacy) pemikiran, dedikasi, dan kerja-kerja untuk umat dan bangsa di Indonesia. Sepanjang itu, sekiranya ada kekurangan dan kelebihannya yang dapat kita kenang dan kita rasakan sebagai dampak langsung maupun tidak langsung dari kebiajakan pembangunan.
Tulisan ini hanya dibatasi untuk memotret dan sedikit menguraikan kebijakan, program dan pembangunan di bidang pendidikan. Kebijakan merupakan dasar dari semua program dan kegiatan dalam suatu pembangunan. Kebijakan-kebijakan pemerintaham orde baru selalu dituangkan dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 5 tahunan.
Setidaknya terdapat empat kebijakan mendasar pada era Soeharto. Pertama, penyediaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sebagai implementasi sila pertama dari Pancasila, Soeharto selalu menekankan pengajaran pendidikan agama di sekolah sesuai keragaman agama murid-muridnya.
Diversifikasi pengajaran pendidikan agama sudah dikenalkan di era ini. Sekolah-sekolah harus menyediakan guru agama yang berbeda-beda sesuai agama murid-muridnya. Sampai sekarang kebijakan ini masih tetap dijalankan oleh semua sekolah. Bahkan, murid yang sekolah di yayasan agama tertentu juga harus menyediakan guru agama yang sesuai keragaman muridnya.
Kedua, penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang menanamkan moral dan etika. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah cukup beragam. Misalnya pramuka, drumband, kelompok pengembangan bakat-minat, organisasi osis, dll. Guru pembina pada kegiatan-kegiatan ini harus memasukkan kurikulum tentang moral dan etika dalam pergaulan bersama di sekolah dan masyarakat.
Materi moral dan etika tidak hanya bersifat teori, tetapi pada umumnya adalah penerapan langsung dalam setiap program dan kegiatan kelompok belajar ekstrakurikuler. Pengetahuan tentang moral-etika didapatkan murid melalui mata pelajaran keagamaan. Sedangkan, implementasi pengetahuannya dipraktikkan dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Ketiga, pendidikan untuk semua (education for all). Pemerintah menyadari bahwa masyarakat Indonesia sangat kompleks. Baik pada aspek ekonomi, sosial, geografi, maupun sosial-budaya. Oleh karenanya sekolah harus dapat dijangkau oleh semua anak. Di desa-desa terpencil sekalipun didirikan Sekolah Dasar Negeri Inpres, atau kelompok belajar. Guru mendatangi murid-murid, terutama di daerah pelosok/terpencil.
Keempat, akselerasi pembangunan sekolah dasar dan menengah. Pada awal kebijakan ini muncul, setiap Desa minimal terdapat satu sekolah dasar dan setiap Kecamatan terdapat satu sekolah menengah pertama. Pembangunan sekolah-sekolah ini sangat tergantung pada topografi Daerah/Kecamatan. Kelanjutan kebiajakn ini adalah pada umumnya pembangunan Sekolah Dasar setiap Desa dibangun dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan dua Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN).
Kebijakan pendidikan di atas pada hakikatnya didasarkan pada pemikiran pendidikan Presiden Soeharto. Dari berbagai referensi yang penulis dapatkan, setidaknya terdapat empat pemikiran pendidikan Presiden Soeharto di era orde baru.
Pertama, pendidikan adalah kunci untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Pada negara-negara maju lainnya, pendidikan merupakan program pembangunan utama. Bahkan, di negara-negara Eropa anak-anak dapat bersekolah dan kuliah secara gratis. Hal ini karena terdapat kesadaran bersama bahwa pendidikan kunci pembangunan suatu bangsa. Makanya pemerintah menyediakan biaya penuh untuk pendidikan masyarakatnya.
Kedua, pendidikan adalah hak asasi manusia. Setiap manusia dilahirkan dengan memiliki potensial untuk tumbuh dan berkembang. Perkembangan seseorang selalu mengarah pada aspek non-fisik, seperti; emosi, pemikiran, moral dan pengetahuan. Sedangkan, pertumbuhan mengarah pada aspek fisik. Kedua potensial ini dapat ditumbuh-kembangkan melalui pendidikan yang berkualitas.
Ketiga, pendidikan harus dapat dijangkau oleh semua orang. Kewajiban pemerintah adalah menyediakan sekolah-sekolah yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Keterjangkauan untuk sekolah ini bermakna dua, yaitu; terjangkau biaya dan terjangkau lokasi. Sekolah-sekolah harus didekatkan pada masyarakat pengguna. Dan, sekolah-sekolah tidak boleh membebani masyarakat. Karenanya, pemerintah memberikan biaya subsidi pendidikan.
Keempat, pendidikan harus berkualitas. Pendidikan yang berkualitas merupakan instrumen utama untuk menghasilkan lulusan yang hebat. Kualitas pendidikan dapat meliputi; insfrastruktur dan suprastruktur sekolah. Infrastruktur sekolah meliputi bangunan fisik, tata letak sekolah, fasilitas pembelajaran. Sedangkan, suprastruktur sekolah meliputi budaya sekolah, hubungan harmoni antar unsur sekolah, ekstrakurikuler, dll.
Dan, dari semua pemikiran dan kebijakan di atas, yang tidak kalah pentingnya dari legacy Presiden Soeharto adalah program wajib belajar 9 tahun. Program ini mulai dilaunching pada tahun 1994. Tujuan utama program ini adalah untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan dasar.
Wajib pendidikan tidak lagi hanya sekolah enam tahun (lulus SD), tetapi wajib melanjutkan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Semua anak-anak di Indonesia, yang awalnya hanya wajib sekolah sampai SD (6 tahun), harus/wajib ditingkatkan sampai lulus SMP (plus 3 tahun). Makna pendidikan dasar berubah dari hanya sekolah dasar (SD) tetapi SMP merupakan bagian dari sekolah dasar. By Nur