teradesa.com. Hari ini, tepatnya 18 Agustus 1945 merupakan hari toleransi di Indonesia. Mengapa tidak, pada saat itu, Soekarno-Hatta meminta kepada Ki Bagus Hadikoesoemo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk membahas kalimat, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Permintaan Soekarno-Hatta ini bukannya tidak beralasan. Sejak masa sidang hari kedua BPUPKI, yaitu pada 11 Juli 1945, J. Latuharhary menyampaikan keberatan terhadap kalimat tersebut, jika dicantumkan pada sila pertama dasar negara. Menurutnya, kalimat tersebut dapat berakibat besar terhadap pemeluk agama-agama lain.
Sikap J. Latuharhary ini didasarkan pada hasil sidang BPUPKI (masa reses), 22 Juni 1945, jam 20.00 wib di rumah Soekarno yakni menghasilkan piagam Jakarta (Jakarta charter). Isi piagam Jakarta yang akan dimasukkan kedalam pembukaan UUD 1945 tidak sama dengan konsep dasar Negara yang disampaikan oleh Muh. Yamin. Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Soekarno. Isi piagam jakarta sebagaimana mendapatkan keberatan dari J. Latuharhary, oleh karena itu belum ada keputusan tentang konsep dasar yang akan dimasukkan kedalam pembukaan UUD 1945 pada hari tersebut.
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, pada sore hari, Drs. Mohammad Hatta mendapat masukan dari seorang perwira Kaigun (Angkatan laut Jepang), bahwa pemeluk agama-agama lain di Indonesia timur keberatan dengan pencantuman kalimat, “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam piagam Jakarta.
Berdasarkan masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat dan dinamika yang berkembang dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pada 18 Agustus 1945 dilanjutkan sidang PPKI dengan agenda utama sidang membahas apakah kalimat “riskan” di atas dihapus atau tidak. Hasil sidang pada hari itu sepakat menghilangkan kalimat “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Berdasarkan hasil sidang PPKI, 18 Agustus 1945 maka dasar Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu; 1) Ketuhanan yang Maha Esa, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Para pendiri bangsa telah memberikan teladan penting bahwa negara ini dibangun atas dasar toleransi dalam kebersamaan yang mendalam. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia karena perjuangan bersama semua warga masyarakat yang terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, ras. Semua bersatu untuk kemerdekaan dan kesatuan bangsa agar dapat diwujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. #Nur Kholis