Akankah Ganti Kurikulum?

teradesa.com. Ganti mentri, ganti kurikulum. Begitulah “guyonan parikeno” yang sering dilontarkan masyarakat umum dalam setiap perubahan kepemimpinan di Indonesia. Kita sering kurang benar-benar sampai mengimplementasikan suatu kurikulum sampai detail, tiba-tiba ada ide perubahan kurikulum mengiringi bergantinya Mentri.

Ujung-ujungnya, mulai pejabat tinggi sampai pada level implementor [guru], hanya disibukkan secara teknis. Yang, justru sering merepotkan guru. Bagi pejabat dan konsorsium sering gagasan demikian menjadi pundi-pundi proyek, dan tentu duit-lah. Anggaran pendidikan tidak benar-benar dialokasikan untuk subtansi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak di Indonesia.

Sayup-sayup kita dengar ide bapak Mentri baru akan mengimplementasikan kurikulum baru, menggantikan kurikulum Merdeka. Kurikulum baru itu adalah kurikulum deep learning. Dalam hemat penulis, kurikulum merdeka masih relevan untuk dijadikan sebagai kerangka besar/dasar. Sementara, deep learning diposisikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.

Sebagai pendekatan pembelajaran, maka strategi [pilar] utama dalam pendekatan ini adalah mindful learning, meaningfull learning, dan joyfull learning. Pendekatan deep learning memiliki potensi yang signifikan dalam meningkatkan pemahaman siswa, yang lebih bermakna, mendalam dan menyenangkan.

Mindful learning, seperti yang dijelaskan oleh Langer (1997), dapat menginspirasi siswa untuk terlibat secara aktif dan reflektif dalam pembelajaran. Tentu, dengan memusatkan perhatian pada kebutuhan siswa, maka pembelajaran menjadi lebih responsif terhadap gaya dan minat siswa, yang pada gilirannya akan dapat memaksimalkan keterlibatan semua siswa dalam pembelajaran.

Relevan dengan meaningful learning, teori pemilihan rasional yang diajukan oleh March dan Olsen (1995) akan dapat menjadikan siswa cenderung lebih termotivasi ketika mereka memahami alasan di balik tema-tema yang dipelajari. Pemahaman yang mendalam tentang tujuan pembelajaran deep learning dapat membantu siswa menjadi lebih analitis dan kritis. Dengan kata lain, saat siswa menyadari penerapan konkret dari suatu ilmu pengetahuan dalam kehidupan kesehariannya, maka mereka akan cenderung belajar dengan lebih semangat dan efektif.

Joyful learning sesuai dengan pandangan konstruktivis yang diyakini oleh Piaget, yaitu pembelajaran bermakna lebih efektif apabila siswa merasa senang dan termotivasi. Pembelajaran yang mendalam, yang seringkali kompleks akan dapat diikuti oleh siswa melalui pengalaman menyenangkan dan akan memancing rasa ingin tahu [curiosity] siswa. Rasa puas setelah memahami konsep yang rumit juga dapat menguatkan pembelajaran siswa.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggabungkan ketiga strategi di atas dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Looi (2011) menunjukkan bahwa saat siswa berpartisipasi dengan penuh perhatian dan menyadari keterkaitan materi dengan kehidupan kesehariannya, maka ketertarikan dan pemahaman mereka dapat meningkat.

Hanya perlu diperhatikan bahwa implementasi pendekatan deep learning mengharuskan guru betul-betul mengerti kerumitannya. Dan, mengajarkan secara mudah/sederhana sesuai dengan tingkat perkembangan pengetahuan konsep-konsep yang rumit tersebut kepada siswa. Selain itu, diperlukan pula sarana dan cara yang tepat untuk mempertahankan pengalaman belajar yang relevan dan menyenangkan bagi setiap siswa. Cak Nur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top