teradesa.com. 17 Jumaadal Awal 1441 H /12 Januari 2020, adalah hari di mana aku akan memulai hidup baru. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau memberiku kesempatan untuk bisa berangkat ke Mesir. Alhamdulillah, aku dapat kuliah di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir.
Ini adalah moment penting bagiku. Setidaknya telah menyadarkanku bahwa setiap kejadian yang kualami merupakan pembelajaran. Saat kelulusan SMA 2018, aku marasa sangat optimis jika diterima di PTN karena aku lulus terbaik. Tetapi tidak, Allah swt mentakdirkan lain, aku tidak lolos. Aku bingung, orang tua juga. Di tahun pertama kelulusan hanya trial and error; ke ponpes hanya bertahan tiga bulan, selebihnya diam di rumah.
Aku tetap husnudlon dengan jalan Allah swt. Kuputuskan untuk mencoba keberuntungan di Universitas kiblatnya ilmu agama, al-Azhar. Orang tua menghantarkan ke Mumtaza center, Bojonegoro. Enam bulan aku menyiapkan diri untuk mengikuti tes yang diselenggarakan Kemenag. Hasil tes pertama (tes tulis), aku lolos. Pada hari pengumuman itu, Allah swt juga mentakdirkan lain. Aku mengalami kecelakaan sepeda motor.
Beberapa hari aku dirawat intensif di rumah sakit. Bahkan menurut orang tua, aku mengalami tidak sadar di UGD dua hari. Lima hari di rumah sakit umum, orang tua tidak sabar dengan tindakan medis. Kemudian aku dipindahkan ke rumah sakit swsata, pagi harinya langsung dilakukan observasi selanjutnya dilakukan operasi karena tulang rahangku retak. Aku sangat terpukul dengan kejadian itu. Tapi Mahabesar Engkau, wajahku kembali cantik dalam waktu yang benar-benar singkat.
Otomatis aku tidak dapat mengikuti tes ke dua (tes lisan). Aku sudah pasrah, di manapun Allah swt mengirimku kuliah, itulah yang terbaik bagi-Nya untukku. Aku diterima di UIN Walisongo, Semarang Fakultas syariah dan hukum tahun 2019. aku menyiapkan semua persyaratannya dan sudah siap ke Semarang. Puncaknya, setelah sholat magrib aku menangis karena gagal ke Mesir. Subhanallah, Allah swt memberikan surprise, aku dapat kabar dari mumtaza berdasarkan maklumat dari Kemenag bahwa aku termasuk yang lolos ke al-Azhar.
Waktu itu, kami anak-anak Ittihad berdebar-debar menunggu waktu keberangkatan ke Mesir. Bulan September 2019 belum ada pengumuman. Mungkin Oktober lah. Ternyata Oktober kami masih harus memupuk kesabaran. Begitupun November sampai Desember 2019 adalah masa-masa tenang kami. Maksudnya tenang tanpa kegiatan. Tenang tanpa kesibukan. Dan tenang tanpa ada yang dihasilkan.
Sampai akhirnya bulan Januari 2020-pun aku masih terbawa suasana santai. Dan tiba-tiba tanggal 7 Januari 2020 ada maklumat kalau anak-anak Mumtaza harus siap berangkat hari Kamis. Ya Allah betapa menyesalnya aku yang baru menyadari, betapa aku telah mengalami kerugian besar. Apa yang telah aku perbuat dalam satu semester ini?. Mau tidak mau aku harus segera packing dalam waktu 24 jam. Ya Allah, betapa aku belum siap sebenarnya. Banyak yang belum aku siapkan. Banyak yang belum aku lakukan.
Akupun belum sempat berpamitan dengan adek di Gontor, dan mbah di Gresik. Bapak sebenarnya punya solusi. Aku bisa ke Gresik dulu, tapi harus merelakan untuk tidak mampir Mumtaza. Padahal momen perpisahan di Mumtaza inilah yang aku tunggu-tunggu. Tapi dengan keegoisanku, aku memilih untuk berdebat dengan bapakku. Betapa tidak sopannya aku yang mendahulukan perasaan dengan alasan yang sangat tidak logis.
Bapak mengabulkan permintaanku untuk tidak ke Gresik dan tetap berangkat bersama Mumtaza. Hari Kamis, 9 Januari 2020 kami berangkat menuju Mumtaza dengan segala ketergesa-gesaanku. Semua barang tambahan aku masukkan sekenanya. Benar-benar berantakan dan tetap dengan suasana tanpa ketenangan, baik ketenangan dalam fikiran, ketenangan komunikasi dengan keluarga, maupun ketenangan secara dzohir.
Sampai Bojonegoro, bapakku bingung karena tidak membawa baju, ini karena aku yang kurang baik dalam komunikasi sehingga bapak tidak tau rangkaian acara di mumtaza. Kamipun kesulitan mencari tempat jual baju dewasa. Dan ternyata sampai Mumtaza pun tidak ada orang tua yang ikut acara di malam itu seperti yang aku fikirkan. Akupun merasa bersalah karena terlalu egois. Kasihan orang tuaku cape-cape dan harus pulang tengah malam. Kami pun tidak ada perpisahan yang spesial. Padahal aku akan meninggalkan mereka untuk beberapa tahun ke depan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. #Nabila