teradesa.com. Edisi tulisan saya kali ini dan beberapa edisi berikutnya, mengangkat tema “bangkit dari keterpurukan”. Ketertarikan menulis tema ini adalah agar secara pribadi menjadi energi positif, dan bermanfaat untuk semua orang. Prinsip yang perlu kita tanamkan pada diri sendiri bahwa fokus pada tujuan adalah penting, karena semua akan indah pada waktunya.
Setiap makhluk dan semua planet di muka bumi ini berjalan sesuai dengan poros atau porsinya masing-masing. Poros masing-masing individu sudah ditetapkan. Jika ia disiplin pada poros dan berotasi sesuai kodrat potensi kemanusiaannya, maka ia akan mencapai puncak keindahan diwaktu yang mungkin berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Tetapi, sebaliknya apabila ia keluar dari porosnya, maka ia akan terpelanting dan jatuh.
Esra Manurung adalah sosok pribadi yang patut dijadikan inspirasi. Ia dilahirkan dari kelurga miskin, bapaknya supir angkot. Rumahnya saat itu dekat dengan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, di Cilincing, Jakarta. Ibunya meninggal saat ia berusia 18 tahun. Bapaknya kehilangan keseimbangan dan meninggalkannya dengan 4 adik-adiknya. Dalam pikirannya, ia harus meneruskan atau mengakhiri hidup bersama adik-adiknya. Ia merasa betul-betul jatuh terpuruk.
Pikirannya, saat itu, selalu menyuruh untuk bunuh diri, tetapi ia merasa kasihan pada adik-adiknya. Dia, juga benci Tuhan. Baginya, Tuhan tidak ada, dia merasa sendiri dalam keterpurukan. Dia juga benci pada bapaknya, yang begitu saja meninggalkan dirinya dan adik-adiknya tanpa kabar yang jelas. Dia berada pada titik, mengakhiri hidup atau membantu adik-adiknya.
Untung, dia memiliki tante yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Meskipun tantenya juga miskin, tetapi kadang masih bisa berbagi dengan dia dan adik-adiknya. Esra selalu mengingat pesan ibunya dan menjadi prinsip keluarga, yaitu hidup miskin harus tetap belajar (sekolah) dan ingat Tuhan. Dua prinsip ini yang menjadi lentera dan oase hidupnya.
Esra, tetap melanjutkan kuliah di Universitas Kristen Jakarta. Untuk menopang semua kebutuhan hidupnya, dia mulai jualan jepitan rambut, mengajar les privat keliling semua penjuru Jakarta. Usaha demikian masih belum cukup untuk membiayai kebutuhan primer diri dan adiknya-adiknya. Lagi-lagi, dia masih terbersit untuk mengakhiri hidup, bunuh diri. Dia masih benci dengan Tuhan.
Setelah lama menghilang, ada kabar baru, bapaknya mau kembali dengan istri barunya, dan dua anaknya. Esra masih dendam dan benci bapaknya. Lagi-lagi, dia ingin mengakhiri hidupnya. Tetapi dia ingat pesan ibunya untuk tetap ingat Tuhan. Saat itulah, dia kembali membuka al-kitab. Pesan pertama yang dia baca agar memaafkan. Dia sadar, bapaknya hanya melakukan satu kesalahan, mengapa tidak dimaafkan saja. Akhirnya, dia memaafkan bapaknya.
Lentera menyala kembali, saat ia menang dalam lomba karya tulis ilmiah, kemudian mendapatkan beasiswa dari kampusnya. Dia terus menebar kebaikan dan mengajar les privat keliling. Saat menjelang akhir kuliah, ada orang tua/wali murid yang baik. Setelah lulus kuliah, dia diajak bekerja di sebuah bank. Pekerjaan di bank ini ia tekuni selama 9 tahun, ia merasa jenuh, dan memutuskan keluar.
Dia mengikuti pandangan suaminya bahwa bekerja jangan mencari uang, tetapi bekerja untuk belajar. Akhirnya, ia menerima saran suaminya untuk bekerja di asuransi. Dia merasa bebas, dapat terus belajar, dan dapat mengatur kerjanya sebagai agen asuransi. Di perusahaan asuransi inilah, dia sukses, dan menerima penghargaan dari asosiasi asuransi dunia sebagai ambassador million dollar round table. Keren, dia sekarang menjadi pemateri di Amerika, Eropa, dan kota-kota di Indonesia.
Metamorfosis yang dialami Esra keren banget. Selain milliarder, dia menjadi penulis, dan mendirikan sebuah yayasan maharani kirana pertiwi di Cilincing, Jakarta. Yayasan ini fokus memberdayakan ibu-ibu untuk menjadi ibu rumah tangga, istri, dan wanita karir, sebagaimana makna namanya, yaitu perempuan yang unggul menjadi cahaya bangsa. Semoga akan bermunculan Esra dan Esra lainnya.