teradesa.com. Kekuasaan Dinasti Umaiyyah sekitar satu abad (661-750 M). Periode ini dalam kajian peradaban Islam menempati fase ke tiga; Pra-Islam dan periode Nabi Muhammad saw, khilafah al-Rosyidin, dan Bani Umaiyyah. Mu’awiyah bin Abu Sufyan merupakan pendiri dari Dinasti Umaiyah. Selama khalifah Umar bin Khottob, Mu’awiyah bin Abu Sufyan merupakan Gubernur di Propinsi Damaskus selama 8 tahun. Dan, pada masa khalifah Utsman bin Affan, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan dipercaya menjadi Gubernur di Syam selama 12 tahun.
Mu’awiyah bin Abu Sufyan memiliki garis keturunan yang sama dengan Nabi Muhammad saw, dari Bani Manaf. Pada masa par-Islam, Manaf memiliki anak, diantaranya adalah Hashim dan Syams. Keduanya merupakan tokoh pedagang terkenal dari suku Quraisy, dan disegani oleh suku-suku lainnya di jazirah Arab. Jadi, sampai fase ketiga ini pada dasarnya kekuasaan pemerintah Islam masih berada pada suku Quraisy.
Selama satu abad, tentu sudah banyak legacy Bani Umaiyyah yang dapat dijadikan pembelajaran umat. Penulis tidak mungkin untuk mendeskripsikan keseluruhan legacy tersebut dalam catatan ringan ini. Oleh karena itu, saya hanya menyoroti aspek “Arabisasi”. Konsep arabisasi tidak bisa dipahami sebagai sesuatu yang negatif; penjajahan, ekspansi, atau dehumanisasi, dll. Karena faktanya bahwa eksistensi kekuasaan Islam di beberapa periode sesungguhnya juga dapat dimaknai bagian dari dakwah.
Perubahan ibu kota pemerintahan dari Madinah (Khilafah al-Rosyidin) ke Damaskus (Dinasti Umaiyah) memiliki makna strategis terhadap penyebaran dakwah Islam. Pertama, ekspanasi ke Syiria dimulai pada akhir periode Abu Bakar ash-Shiddiq, tujuannya untuk menghalau keinginan Dinasti Romawi menguasai jazirah Arab. Kedua, Wilayah Syiria, Lebanon, dan Iraq yang sudah dikuasi Islam di awal kekhalifahan menjadi kunci penyebaran Islam ke wilayah sebagian Eropa, Benua Afrika dan Asia tengah. Ketiga, perluasan wilayah Islam secara otomatis memperkuat kedudukan Islam-Arab terhadap wilayah-wilayah lainnya.
Masyarakat pada masa Dinasti Umaiyah terbagi menjadi empat. Pertama, keturunan Arab-Islam. Kelompok ini memiliki kedudukan terhormat dan prioritas dalam struktur pemerintahan, dan tidak dipungut zakat. Kedua, keturunan non-Arab yang beragama Islam (mawali). Kelompok ini mendapatkan kebebasan membayar zakat, karena masuk memeluk agama Islam. Ketiga, kelompok beragama Yahudi dan Nasrani, tentu ini kelompok minoritas. Keempat, kelompok masyarakat budak atau rakyat jelata. Mereka ini biasanya hasil tawanan peperangan dari Afrika dan Eropa.
Legacy lainnya yang menarik dicermati adalah perubahan pengelolaan pemerintahan, budaya dan dakwah Islam.
Pertama, perubahan pengelolaan pemerintahan. Mu’awiyah bin Abu Sufyan, juga belajar dari pemimpin terdahulunya. Misalnya, membuat anjungan khusus di masjid untuk tempat sholatnya agar terjamin keamanannya, membuat dinas pos, mendirikan percetakan mata uang, stabilitas negara terjamin. Stabilitas Negara yang terjamin menjadi dasar ekspansi ke negara-negara Afrika, sebagian Eropa, dan Asia Timur.
Kedua, budaya. Utamanya penggunaan bahasa arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Umaiyyah menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan Islam, banyak penduduk yang mempelajari ilmu agama Islam. Bahasa arab tidak hanya diterapkan di jazirah Arab tetapi merambah ke negara-negara bagian Afrika dan Eropa. Ini menjadi dasar bahwa bahasa arab menjadi bahasa internasional. Termasuk, didalamnya adalah merubah semua arsitektur bangunan dari gaya lokal ke gaya Arab.
Ketiga, dahwah Islam. Secara otomatis, ketika bahasa Arab menjadi bahasa keseharian masyarakat Islam di pemerintahan dinasti Umaiyyah, maka sangat mudah bagi masyarakat untuk mempelajari, mengkaji, berdiskusi tentang agama Islam. Selain itu, sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh umat Islam baik dengan masyarakat setempat. Namun toh, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan peradaban umat saat ini sebagiannya merupakan warisan akumulatif peradaban-peradaban Islam sebelumnya. #Nur Kholis.