teradesa.com. Manusia dilahirkan dengan bekal potensi yang lebih (more potential). Keseluruhan unsur-unsur jasmaniyahnya memiliki hubungan causalistic dengan unsur- unsur ruhaniyahnya. Aktifitas-aktifitas causalistic diantara dua kategori potensi besar tersebut menghasilkan aktifitas individual dan sosial yang berpotensi dapat mengembangkan pemikiran dan peradaban sosial. Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan manusia menghasilkan aktifitas-aktifitas metafisik dan aktifitas-aktifitas fisik—yang dari keduanya dapat merubah perdaban manusia.

Manusia bukanlah makhluk tanpa daya, tanpa kehendak, dan tanpa tujuan—sebagaimana diteorikan oleh aliran Jabariyah. Manusia memiliki tujuan, memiliki kehendak, memiliki aktifitas. Dan, aktifitas-aktifitas manusia selalu didasarkan pada pertimbangan etik dan rasionalistik. Manusia selalu mendasarkan pikiran dan aktifitas fisiknya pada norma-norma sosial dan rasionalitasnya. Kehendak manusia adalah kehendak yang bebas, tanpa dikontrol oleh Tuhan dan manusia-manusia lainnya. Tuhan hanyalah memberi potensial lebih (more potential), implementasi potensi sampai menghasilkan aktifitas (dengan segala atributnya: baik atau buruk) adalah hak manusia.

Memang betul aktifitas manusia selain bersifat kehendak merdeka, tetapi kadang kehendak merdekanya dipengaruhi oleh kehendak komunitasnya. Pikiran manusia dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang berkembang pada komunitasnya. Aktifitas-aktifitas manusia dipengaruhi oleh aktifitas-aktifitas komunitasnya. Dan, tujuan-tujuan individu manusia dipengaruhi oleh tujuan-tujuan komunitas individunya. Tetapi juga dapat dimaknai sebaliknya bahwa kemauan berkumpul, berserikat, berorganisasi, berkomunitas, dan bermasyarakat juga disebabkan oleh kesamaan pikiran, gagasan, ide, tujuan, dan harapan dari masing-masing individu anggota.

Lingkungan cronosystem, microsystem, mesosystem, dan macrosystem hanyalah refferenc bagi setiap individu untuk memilih aktifitas dan moralitas sesuai dengan keinginan, harapan, dan tujuan kepribadian individu. setiap individu pada akhirnya memiliki kemerdekaan untuk berfikir, mengembangkan gagasan, bersikap, dan melakukan sesuatu. Tuhan tidak terlibat sedikitpun, sebagaimana digagas oleh aliran Jabariyah. Individu adalah merdeka untuk menentukan moral dan rasionalnya.

Ibarat jam tangan, produsen hanyalah membuatnya sesuai standar, selanjutnya jam tangan itu sendiri yang berjalan detik, menit, dan jam—produsen sama sekali sudah terlibat lagi. Inilah letak keadilannya, Tuhan kemudian meminta pertanggungjawaban manusia dari semua pilihannya. Bahkan manusia memiliki kebebasan sejak pra-eksistensi, dan masa eksistensi. Pada masa pasca-eksistensi waktunya Tuhan meminta pertanggungjawaban semua kemerdekaannya tersebut. Sifat pertanggungjawaban adalah indvidual, sebagaimana kemerdekaan individualnya. Jadi, keluarga, komunitas, dan masyarakat tidak mempertanggungjawabkan aktifitas masing-masing anggota.

Individu juga memiliki kebebasan untuk menjadi lebih (being more) atau memiliki lebih (having more). Konsep ini berkaitan dengan hakikat kebahagiaan individu. Namun demikian, keduanya tidak harus ditempatkan secara deametral. Kepemilikan material yang berlebih bisa menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan hakiki. Tetapi juga bisa sebaliknya, hanya mendapatkan kebahagiaan semu. Kemampuan memanfaatkan dan memposisikan having more secara benar, baik secara moral maupun rasional justru akan mendatangkan kebahagiaan hakiki.

Sebaliknya, memposisikan having more hanya sesuai standar moral dan rasional individu kadang menimbulkan malapetaka. Oleh karena itu, menjadi lebih (being more) merupakan kunci untuk dapat mengontrol having more untuk tujuan kemaslahatan individu dan sosial. Kecukupan dan kelebihan harta (material) akan mendatangkan kebahagiaan jika lebih menjadikan dirinya bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, organisasi, dan masyarakat lebih luas. Inilah yang dalam konsep Islam disebut dengan barokah. Kekurangan, kecukupan, dan kelebihan materi hanyalah casing, sementara pemanfaatannya adalah inti (core) sehingga keberadaannya menjadi lebih bermanfaat bagi kebanyakan orang-orang di sekitarnya.

Menjadikan diri lebih (being more) banyak bermanfaat dan lebih baik, perlu terus dipupuk, dilatih, dan diikhtiarkan. Pemupukan dapat dilakukan dengan terus meningkatkan pengetahuan, membangun kerjasama (silaturrohim), dan berkolaborasi (team work) untuk semua aktifitas individu dan sosial. Model-model aktifitas demikian ini perlu terus dilatih dan dipaksakan sehinga menjadi kebiasaan (habit). Dari habit itulah—kemudian berkembang menjadi perilaku utama diri. Dan, puncaknya ia memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menginspirasi banyak orang. Akhirnya, being more adalah kunci kepribadian diri menjadi baik. #Nur Kholis.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top