Dia dan Kita

0
136

teradesa.com. Hakikatnya manusia itu bodoh dan lemah. Bodoh karena dia pasti tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Memang secara ilmiah dengan menggunakan prinsip positivistic, masa depan manusia dan alam jagat raya dapat diprediksi. Tetapi harus pahami bahwa prediksi itu kemungkinan benarnya hanya 1%. Karena sejatinya saintific-positivistic itu bersifat probability. Banyak faktor lainnya yang terkadang luput dari pertimbangan manusia sebagai prediktor.

Tuhan memang sudah menetapkan takaran masing-masing unsur dalam alam jagat raya (takdir) yang dapat dijadikan sebagai faktor prediktor determinan. Tetapi sesunggugnya faktor X, justru sangat berpengaruh. Dan, faktor X itu sifatnya misteri. Kebanyakan manusia melihat dunia dan masa depan berdasarkan perspektifnya sendiri (anthroposentrisme), karenanya semua begitu tampak gamblang. Coba dibalik, dunia dan masa depan ini dilihat dari perspektif Tuhan (theocentrisme), maka semua makhluk adalah lemah dan sangat kecil.

Sebaiknya penghamba, yang tidak mampu mengetahui apa yang akan terjadi mengakui kebodohannya sendiri. Sehingga tidak memilih sesuatu yang tampak baginya sepintas baik, padahal ia tidak mengetahui bagaimana akibatnya. Karena itu, apabila Tuhan, yang Maha mengetahui, Maha bijaksana memilihkan untuk sesuatu, hendaknya ia rela dan menerima pilihan-Nya. Walaupun pada lahirnya pahit dan menyakitkan, namun itulah yang terbaik baginya.

Makna ini sama hanya, jika seseorang berdoa untuk kebutuhannya belum terkabulkan, maka jangan buru-buru putus asa. “Dan mungkin jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan mungkin jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Tuhan mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS. al-Baqarah/02: 216).

Manusia sesungguhnya lebih menyukai pengandaian; lalu pikirannya mengembangkan pengandaian itu lebih liar; Ia semakin terpesona dan berakhir memaksa Tuhan untuk merealisasikan pikiran liarnya dalam doanya. Doa-nya para Nabi selalu bersifat abstrak dan Mondial, tetapi kebanyakan doa kita bersifat particular-konkrit. Nabi saw, misalnya mengajarkan doa kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bentuknya, Tuhanlah yang menentukan sesuai standar kebutuhan masing-masing hamba.

Begitulah kelemahan manusia, merealisasikan pikiran liarnya saja tidak mampu. Ia berpikiran bahwa Tuhan akan selalu mengabulkan doa dalam makna yang ia pikirkan. Pengabulan Tuhan terhadap doa manusia tidak mengikuti logika manusia, tetapi mengikuti logika-pengetahuan mutlak-Nya. Dia yang menciptakan manusia dan alam jagat raya ini. Karenanya, Ia-lah yang paling tahu kebutuhan masing-masing unsur cosmos.

Sungguh telah diterima doamu berdua [Musa dan Harun], yaitu tentang kebinasaan Fir’aun dan tentaranya, maka hendaklah kamu berdua tetap istikamah dan jangan mengikuti jejak orang-orang yang tidak mengerti [kekuasaan dan kebijaksanaan Tuhan]”. (QS. Yunus: 89). “Berdoalah kepadaKu niscaya Aku akan mengabulkannya. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina”. (Q.S al-Mu’min: 60).

Sekali lagi manusia dan alam jagat raya [yang dipahami manusia perkasa] adalah sangat lemah. Manusia hanya memiliki hak untuk menentukan kebutuhannya, tetapi ia tidak memiliki hak berkehendak dan memilih. Karena, sejatinya yang memilihkan dan menghendaki pemenuhan atau tidak memenuhi kebutuhan manusia hanyalah Tuhan. “Tuhanmulah yang menjadikan segala yang dikehendaki-Nya dan memilihnya sendiri, tidak ada hak bagi mereka untuk memilih” (QS. al-Qashas: 68).

Konsep ruang dan waktu pengabulan doa yang dipahami [dikehendaki] manusia dengan Tuhan—itu berbeda. Semua—disebabkan keterbatasan pengatahuan manusia. Konsep waktu manusia hanya bersifat dua dimensi—dulu dan sekarang. Ia tidak dapat mempersepsi waktu yang akan datang, bahkan lebih jauh dari itu. Begitu pula, ruang dipahami sebatas pengalaman internalnya.

Manusia memahami ruang; segipanjang, bundar, segi tiga, ruang kosong, ruang gelap, ruang terang dan seterusnya. Karena ia pernah mengalami, sehingga membentuk pengetahuan yang tersimpan dalam alam bawah sadar pengetahuan. Pengetahuan demikian itulah yang kemudian dapat mendefiniskan ruang persepsi manusia. Tetapi pengetahuan ruang tersebut tidak bisa menembus ruang diluar batas pengalaman internal manusia.

Disinilah letak perbedaan makna “pengabulan doa”. Tuhan memiliki waktu dan ruang yang tepat dan sesuai kebutuhan hakiki manusia. Sementara, manusia memahami ruang dan waktu relatif sesuai kebutuhan relatifitasnya pula. Sikap yang baik, dan perlu dikembangkan adalah ridlo dan ikhlas terhadap ketentuan Tuhan. Kemudahan dan kesulitan dalam hidup pada hakikatnya adalah terletak pada persepsi [cara pandang].

Jangan keterlambatan/tertundanya waktu pemberian Tuhan kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdoa menyebabkan putus harapan. Sebab Tuhan telah menjamin dan menerima doa dalam apa yang Ia kehendaki untukmu. Bukan menurut kehendakmu, dan pada waktu yang ditentukan Tuhan, bukan pada waktu yang engkau tentukan. Nur Kholis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here