teradesa.com. 5 Oktober ditetapkan sebagai hari guru sedunia oleh UNESCO. Kita patut berbangga bahwa semua orang tetap peduli dan berharap pada guru dan sekolah. Guru harus terus meningkatkan kemampuannya, karena tantang selalu dinamis. Sekolah, juga harus mampu menjawab harapan semua stakeholders; harapan orang tua, guru, masyarakat, dan murid itu sendiri.
Di era yang serba berubah ini, sekolah hendaknya dapat selalu mengantisipasi, menyesuaikan, dan mensinergikan dengan dinamika dunia eksternalnya untuk menata dan mendinamisir rumusan, strategi dan langkah-langkahnya agar menjadi tempat persinggahan harapan baru (new hope) bagi penggunanya.
Bagi sekolah, hope harus dimaknai sebagai sebuah harapan, karenanya kemudian ia menjadi amanah baginya. Sekolah dan juga guru, mesti selalu difokuskan untuk betul-betul dapat menjadi harapan. Selain itu, hope juga dapat dimaknai dalam bentuk ungkapan; house of personality, honorable performance, and honest person. Sekolah, dengan demikian perlu dikelola agar murid-murid merasa at home.
Rumah yang baik adalah yang diliputi oleh rasa “cinta”. Cinta guru terhadap muridnya, cinta antar guru dan pengelola lainnya. Cinta demikian, menjadi innerforce untuk meletupkan energi positif sehingga melahirkan pola berfikir, pola bersikap, dan pola berperilaku yang baik dikalangan internal lembaga sekolah. Inilah personifikasi yang diharapkan lahir dari sebuah sekolah yang penuh dengan cinta, yaitu pribadi yang terhormat (honorable performance).
Kehormatan guru bukan semata terletak pada keintelektualannya, tetapi lebih dari itu, ia hendaknya dapat menunjukkan sikap dewasa, dalam aspek spiritual dan sosialnya. Intellegency spiritual akan melahirkan sikap yang sangat diperlukan oleh bangsa ini, yaitu melahirkan generasi yang berpribadi/berkarakter jujur (honets person). Saat ini, bangsa Indonesia mengalami krisis kejujuran, mulai pada level pimpinan pusat sampai pada level lokal, karenanya mengembangkan sekolah yang berbudaya “hope” merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi.
Setidaknya ada empat langkah untuk mengembangkan sekolah berkarakter demikian, yaitu sekolah yang mampu memfokuskan pada 4H; heart, head, hand, dan habits.
Pertama, heart (hati nurani). Tumbuh dan berkembangnya nurani pada setiap anak didik dapat dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang bermuara pada dekatnya pada sang pencipta. Misalnya membiasakan berdoa, sholat berjamaah, membaca dan menghafalkan al-Qur’an. Kegiatan-kegiatan demikian menurut hasil penelitian dapat meningkatkan kecerdasan anak. Alasannya, dalam situasi yang tenang dan menyenangkan maka kemampuan berfikir meningkat. Dan sebaliknya, dalam kondisi emosi dan tertekan maka kecerdasan anak menurun. Dalam konsep islam, berdzikir dapat menenangkan hati (QS. al-Ra’du/13: 28).
Kedua, head. Kepala merupakan bagian terpenting dalam diri anak. Ia merupakan kotak hitak yang menyimpan software kemanusiaannya, yaitu otak. Otak memiliki potensi atau kemampuan yang tak terbatas. Hanya diri kita saja, yang kadang membatasi kemampuannya dengan bayangan-bayangan yang terpola oleh sejarah masa lalu, sejarah cara mendidik di dalam keluarga, sejarah dalam mendidik di sekolah, dan sejarah yang terpola dalam pergaulan kesehariannya anak. Padahal sejatinya ia memiliki kemampuan yang sudah dimafhumi semua orang yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan sosial. Sekolah karenanya, memiliki amanah untuk mengembangkan ketiga kecerdasan tersebut agar berkembang tanpa batas.
Ketiga, hand. Ini merupakan sinonim dari keterampilan. Sekolah hendaknya memfokuskan dasar-dasar keterampilan yang memungkinkan dibutuhkan di masa mendatang. Meskipun dalam persepektif filsafat pragmatis tidak ada yang mampu memprediksi masa depan, karenanya memfokuskan ketrampilan tertentu saat ini belum tentu dibutuhkan ketika anak sudah dewasa. Dasar-dasar keterampilan mengasumsikan bahwa ia memahami konsep dasar tentang sesuatu dan bagaimana menemukan jalan keluarnya, misalnya anak-anak diajarkan keterampilan bersosialisasi, beradaptasi, berinteraksi, berinovasi, dan seterusnya.
Keempat, habits. Semua hal yang diajarkan untuk membentuk pribadi anak yang dapat memenuhi harapan (hope) orang tua dan stakeholders sekolah lainnya adalah mustahil diwujudkan jika tanpa dibiasakan setiap hari. Bertutur kata yang baik, bersikap sopan, disiplin dalam belajar, sholat berjamaah, mencintai al-Qur’an, bersikap tolong menolong, dan sebagainya perlu dibiasakan sejak anak di sekolah. Dan, bersinergi dengan para orang tua di rumah, sehingga pembiasaan yang baik selalu connect antara sekolah dengan rumah, dan tentu masyarakat pada umumnya juga perlu berkontribusi dalam mempertontonkan kebaikan pada generasi muda. #Nur Kholis.