Hijir Ismail (bagian 1)

teradesa.com. Tidak banyak ayat yang menceritakan tentang Nabi Ismail a.s. Meskipun eksistensi Ismail a.s, khususnya dalam pengembangan agama tauhid tidak dapat diabaikan. Ia bersama bapaknya, Ibrahim a.s, menjadi peletak ajaran tauhid dan dalam manasik ibadah haji. Keberadaannya menjadi bagian terpenting dari ritual ibadah haji yang dilakukan muslim sedunia.

Ismail a.s merupakan anak pertama Nabi Ibrahim a.s. Ia lahir di Palestina dari istri kedua, yaitu Siti Hajar a.s. Pernikahan Ibrahim a.s dengan Siti Hajar a.s atas saran dari istri pertama Ibrahim a.s yaitu Siti Sarah a.s. Saran menikahi Siti Hajar muncul, karena pernikahan Ibrahim a.s dengan Sarah a.s belum diberi karunia anak sampai usia Ibrahim menjelang 80 tahun.

Nabi Ibrahim a.s sering berdoa kepada Allah SWT, agar diberi karunia anak untuk meneruskan perjuangannya dalam menyiarkan agama-Nya. Doa yang sering disampaikan adalah, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh”. Setelah menikahi Siti Hajar a.s, Ibrahim a.s mendapat berita gembira akan lahir keturunannya. “maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sabar (Ismail a.s)” (QS. Ash-Shaafaat/37: 101)

Setelah Siti Hajar diberi karunia anak. Sarah merasa mempunyai kekurangan dan khawatir terhadap masa depannya. Ia berkali-kali menginginkan agar Ibrahim a.s mengajak Hajar a.s dan anaknya pergi jauh-jauh dari kehidupannya. Suatu ketika, Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ibrahim a.s agar membawa Hajar a.s dan Ismail a.s pergi ke suatu tempat yang jauh dari Palestina. Berdasarkan wahyu tersebut, Nabi Ibrahim a.s adalah seorang hamba yang sangat taat kepada Allah swt. Ia tidak mungkin melawan atau membantah perintah Allah swt.

Ibrahim a.s sangat yakin bahwa ada hikmah yang besar dibalik perintah tersebut. Berminggu-minggu mereka bertiga (Ibrahim, Hajar, dan Ismail) menempuh perjalanan dan mengarungi padang pasir yang tandus dan gersang, udara panas, kelembaban sangat rendah, siang hari sangat panas menyengat, sedangkan malam hari udaranya juga panas. Meskipun demikian, mereka terus melakukan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat dataran rendah yang hanya ada satu pohon besar.

Saat itu, unta yang dinaiki Nabi Ibrahim a.s berhenti dan tidak mau berjalan. Nabi Ibrahim a.s merasa inilah tempat yang dimaksudkan untuk meninggalkan Hajar a.s dan Ismail a.s. Tempat itu adalah sebuah hamparan padang pasir dengan dihiasi bukit dan lembah. Akhirnya, Nabi Ibrahim a.s meninggalkan Hajar a.s dan Ismail a.s. Setelah meninggalkan istri dan anaknya, Nabi Ibrahim a.s. di atas sebuah bukit yang agak jauh dari tempat mereka, memanjatkan doa kepada Allah swt.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dan buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. Ibraahiim/14: 37).

Hajar adalah istri yang shalihah. Ia rela melepaskan Nabi Ibrahim a.s pergi meninggalkan dirinya dan Ismail a.s. Hajar sangat yakin pasti ada hikmah di balik ujian ini. Ia yakin Allah SWT senantiasa menyertainya. Hari demi hari, Hajar a.s melalui kehidupannya di tempat sunyi itu bersama anaknya. Suatu hari, Ismail menangis karena kehausan. Padahal, perbekalan makanan dan minuman telah habis. Hajar a.s berusaha menyusuinya, tapi air susunya kering.

Akhirnya, Hajar a.s berusaha sekuat tenaga mencari air. Hajar a.s tidak berhenti dan menyerah. Ia terus berusaha mencari air dengan seluruh kemampuannya. Saat itu pula, Allah swt memberikan pertolongan-Nya. Dari hentakan kaki Ismail, keluarlah air. Kemudian, Hajar berkata, “Zamzam…. Zamzam….” (yang artinya berkumpul-berkumpul). Jadilah sumber mata air yang kini kita kenal dengan mata air zamzam yang airnya tidak pernah kering.

Suatu hari, datanglah sekelompok kafilah (rombongan berkendaraan unta di padang pasir) datang ke tempat itu. Kafilah itu berasal dari suku Jurhum. Mereka mengutus seorang untuk mendekat ke tempat yang disitu telah banyak burung-burung beterbangan dan meminum air. Setelah tempat itu diketahui betul-betul ada air, maka pimpinan mereka meminta izin kepada Hajar a.s untuk mengambil air dari mata air zamzam.

Hajar a.s pun mengizinkannya. Suku Jurhum merasa betah beristirahat di situ. Kemudian, mereka meminta izin kepada Hajar a.s untuk tinggal menetap di situ. Suku Jurhum sangat menghormati Hajar a.s dan Ismail a.s. Mereka menganggap Hajar-lah pemilik mata air zamzam dan wilayah itu. Terlebih, setelah mereka mengetahui bahwa Hajar adalah istri Nabi Ibrahim dan Ismail adalah putranya.

Belasan tahun, Nabi Ibrahim a.s meninggalkan Hajar a.s dan Ismail a.s. Suatu saat, dirinya mendapat perintah untuk menemui mereka. Berangkatlah Nabi Ibrahim a.s untuk menjenguk Ismail a.s dan Hajar a.s. Selama berminggu-minggu, ia melewati padang pasir yang gersang. Akhirnya, sampailah di tempat dahulu ia meninggalkan Ismail a.s dan Hajar a.s. Alangkah terkejutnya ia, tempat itu kini berubah menjadi sebuah kota yang ramai.

Ia teringat saat pertama kali meninggalkan Hajar a.s dan Ismail a.s. Saat itu, daerah tersebut masih berupa gurun pasir yang gersang. Nabi Ibrahim a.s bertemu Hajar a.s dan Ismail a.s. Saat itu, Ismail a.s telah beranjak remaja. Nabi Ibrahim a.s segera memeluk Ismail a.s erat-erat. Hajar a.s juga sangat rindu kepada suaminya. Mereka bercengkerama melepas rindu dalam suasana yang hangat. (Bersambung…). Cak Nur

hijir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top