teradesa.com. Awalnya, saya penasaran. Mengapa selama ini yang diperbincangkan di dunia pendidikan hanyalah otak kiri dan otak kanan? Padahal misi utama pendidikan adalah membentuk pribadi anak yang berkarakter. Otak kiri dan otak kanan tidak mampu menjadikan anak berkarakter. Karena kedua sisi otak tersebut mengarah pada tujuan pragmatis pendidikan.
Baiklah, sebelum mendiskusikan lebih lanjut, saya mengutip tulisan Rumi dalam buku, “fihi ma fihi”. Menurut Rumi kalimat berikut adalah sebuah hadits, tetapi sebagian ulama lainya berpendapat ia merupakan ucapan Sayyida Ali bin Abi Thalib, “Barang siapa akalnya bisa mengusai nafsunya, ia menjadi lebih mulia daripada Malaikat. Barang siapa nafsunya mengalahkan akalnya, ia sungguh lebih rendah daripada binantang”.
Bagi Rumi, manusia adalah setengah malaikat dan setengah binatang. Dalam puisinya, ia mengungkapkan, “Malaikat selamat karena pengetahuannya. Binatang selamat karena ketidaktahuannya. Diantara keduanya, manusia terus berjuang”.
Manusia yang mengikuti akalnya sampai batas mereka menjadi malaikat dan cahaya murni, itulah para nabi dan para Wali (al-Baqarah/2: 38). Mereka terbebas dari rasa takut dan harap. Rasa takut dan harap merupakan kunci dari ketidakbaikan, kehancuran, perang antar saudara, dan kekacauan di semua institusi (mulai institusi terkecil yaitu keluarga sampai institusi besar yaitu negara). Ketakutan yang berlebihan menyebabkan seseorang bertindak tanpa nalar, sedangkan berharap terlalu berlebihan juga menyebabkan tindakan tanpa mengindahkan norma.
Sikap dan perilaku yang tidak baik. Misalnya mencuri, berbohong, korupsi, tamak, ambisius, mengadudomba, menjilat, oportunis, ingin menang sendiri dan lain sebagai merupakan akibat dari rasa takut dan harap yang berlebihan.
Sebaliknya, apabila manusia dapat mengontrol rasa takut dan harap, maka sikap dan perilakunya akan menjadi baik. Bagaimana cara mengontrolnya? Nah, disinilah letak pentingnya otak depan manusia.
Otak depan merupakan kunci terbentuknya karakter anak. Sekolah perlu memahami dan mengembangkan bagian depan otak manusia. Nabi Muhammad saw, menyebut bagian ini dengan hati. Didalam diri manusia ada segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah semua, dan sebaliknya apabila ia jelek maka jeleklah semua, ia adalah hati.
Otak depan ini terbagi menjadi dua. Yang atas disebut cortex prefrontalist atau disebut otak manusia. Sedangkan bagian bawah disebut system limbik atau disebut otak hewan. Hubungan antara kedua bagian otak ini bersifat saling menguasai.
Seseorang yang dikuasai oleh cortex prefrontalist, maka ia akan menjadi baik (seperti para Nabi dan para wali). Sebaliknya apabila seseorang dikuasai oleh sistem limbik, maka ia seperti hewan, selalu dikuasai oleh rasa takut dan harap yang berlebihan. Oleh karenanya, pendidikan hanya perlu mengoptimalkan berfunsinya cortex prefrontalist ini.
Proses optimalisasi cortex prefrontalist berjalan sesuai dengan teori pengetahuan moral dari Peaget. Yaitu bahwa semakin dewasa seseorang, maka semakin bermoral. Karena pengetahuan moral berjalan linier seiring dengan semakin berkurangnya fungsi motorik kasar dan semakin dominannya fungsi motorik halus. #Nur Kholis.