teradesa.com.  Sesekali pergilah ke Segawe, sebelum hutan sebelah kanan jalan, lihatlah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang menggunung. Bertahun-tahun penduduk kota “menjajah” desa. Dengan egoisnya mereka menumpuk berbagai sampah di desa. Sementara, masyarakat desa cukup membuang sampah di belakang rumah.

Setiap rumah tangga perkotaan dalam sehari rata-rata menghasilkan sampah organik dan tidak organik 5-10 kg yang ditumpuk di depan rumah dan bermuara di TPA. Tidak banyak yang peduli, memilahnya terlebih dahulu, sehingga tidak membebani lebih kapasitas TPA.

Andai saja mulai dari rumah, sampah sudah dipilah, diangkut ke TPA dengan kendaraan yang berbeda antara sampah organik dan tidak organik. Maka kerja-kerja di TPA tidak akan sulit dan penumpukan tidak akan menggunung. Ya, ini hal sederhana tetapi sulit diwujudkan. Mungkin mereka berfikir, toh nanti di TPA sudah ada pemulung.

Pemulung merupakan kelompok kecil masyarakat perkotaan yang ikhlas “menyedekahkan” tubuhnya untuk memperlambat penggunungan sampah. Mereka-lah yang memilah dalam sengatan matahari, bau yang tidak toleran, dan rayuan lalat yang tiada henti. Sesekali buldoser itu “membantu” para pemulung menemukan barang yang berharga baginya.

Teruslah berjalan ke utara lagi…di sebelah kiri. Dibawah rindangnya hutan pinus terdapat warung yang menyediakan kopi dan makanan khas desa. Terdapat beberapa gazebo yang dirancang untuk berteduh duduk santai ber-kopi ria bagi para palancong. Di bagian tepi barat hutan ini terdapat sungai kecil yang membelah sisi utara Pagerwojo. Nyaman dan meneduhkan.

Seperti biasa, aku pesan kopi hitam cangkir kecil. Ada tape ubi kesukaanku. Ini adalah khas Pagerwojo, terbungkus daun jati. Jarang aku menemui tape seperti ini, kebanyakan dibungkus plastik. Begitulah, cara berfikir dan bertindak orang desa—sederhana dan susuai kehendak alam semesta. Mereka tumbuh dan berkembang dari alam juga akan kembali ke alam. Maka, mereka tidak akan pernah menyakiti alam.

Manusia hanyalah pengembara dalam belantara alam. Jauh sebelum ia ada, alam sudah eksis ratusan tahun. Manusia hanyalah pendatang, jauh sebelumnya alam sudah menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan manusia. Manusia hadir dengan karakter khas egois-nya menjajah, mengeksploitasi dan merusak alam sesuai kehendaknya sendiri.

Manusia selalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Menusia selalu memenangkan dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia selalu diorientasikan untuk kepentingannya sendiri. Alam dijadikan obyek kepongahan dan tujuannya sendiri. Mereka tidak pernah puas dan sadar, sebelum alam menunjukkan taringnya. Melumatkan dan menegasikan manusia.

Dalam diamnya alam menyimpan letupan yang setiap saat dapat menghancurkan manusia. Selama ini teori-teori dibangun oleh ilmuwan untuk menjamin ketercapaian tujuan utama manusia. Alam tidak dianggap sebagai bagian dari makhluk yang memiliki jiwa dan tujuan hidupnya sendiri. Alam bukanlah sekumpulan benda-benda semata, tetapi ia berjiwa.

Membangun hubungan yang kuat dan toleran antar jiwa-jiwa dalam kesemestaan besar ini adalah amanat dari Tuhan. Tuhan bersemayam dalam jiwa-jiwa setiap makhluk-Nya, agar dapat memberi manfaat (rahmah) bagi semua semesta. Maka tugas manusia adalah saling menyemai kerahmahan antar jiwa sehingga semuanya memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang. Cak Nur

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here