Kedermawanan Mereka yang Mengagumkanku

teradesa.com. Keadaan di Mesir, ga jauh beda dari Indonesia. Warga Mesir ada yang kerja kantoran, pengajar, pedagang, tukang sapu jalanan, bahkan tidak jarang, juga ada pengemis di pinggir jalan dan di kendaraan umum.

Dikalangan masisir ada ungkapan umum, “orang Mesir kalau udah baik, baiknya kayak Nabi Musa a.s. Kalau udah jahat, jahatnya kayak Fir’aun.” Begitulah, karena orang Mesir kalau udah dermawan, sodaqohnya ga tanggung-tanggung. Nah, kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman pertama mendapat kebaikan dari orang-orang Mesir.

Sebagai wafidin (pendatang), kami sering banget mendapat musa’adah (bantuan). Bukan dari pemerintah untuk warga kurang mampu seperti di Indonesia. Tapi dari orang-orang baik untuk talibul ilmi (penuntut ilmu).

Ada yang paling masyhur, namanya Baba Ragab. Baba itu sebutan untuk papa, karena di Mesir huruf ‘p’ dibaca ‘b’. Beliau adalah owner toko di mana-mana, mulai dari; toko sayur, kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Dan, tersebar diberbagai daerah.

Beliau selalu membagikan beras ratusan, bahkan mungkin  ribuan ton untuk seluruh mahasiswa Indonesia yang jumlahnya ribuan. Tiap anak aja bisa dapet berkilo-kilo. Bukan tiap tahun, tapi bisa berkali-kali dalam satu tahun. Bahkan kami di rumah tidak pernah sampai beli beras. Padahal tiap pagi siang malam kami makan nasi. Beras itu diserahkan ke PPMI (Organisasi yang mengurus mahasiswa di Mesir, PPI kalau di negara lain), lalu PPMI mendistribusikan keseluruh mahasiswa secara merata.

Ada juga pemilik rumah kost. Kalau yang baik, mereka sering ngasih anak-anak kost-nya makanan, daging ayam, dan sebagainya. Apalagi kalau bulan Ramadhan. Sodaqoh di Mesir udah kayak tradisi. Baba pemilik rumah, akan lebih rajin lagi sodaqoh di bulan puasa. Bisa makanan pokok, atau makanan jadi. Belum lagi tiap waktu berbuka puasa. Kami ga perlu masak. Tinggal pergi ke masjid atau pusat-pusat tempat pembagian makanan gratis, kami tinggal datang dan buka puasa di sana.

Ada juga toko yang menentukan sebuah tanggal, bisa sehari dua hari, siapapun boleh datang ke sana dan tiap orang dapet 400 pound. Kadang untuk persiapan berebut, orang datang bisa jam 2 siang. Padahal pembagian jam 11 malam. Semua sodaqoh itu berlaku untuk warga Mesir maupun warga asing.

Ada juga temenku yang kenal sama orang Mesir yang sudah berkeluarga. Dia sering diundang untuk makan di rumah mereka. Dan sesekali dikasih hadiah maliah (uang).

Aku, bersama temenku pernah diundang ke rumah ustadzah darul lughah (DL). Kami diajak masak makanan Mesir. Tapi ada satu hal yang saya ga suka. Orang Mesir menyamakan porsi makan kami dengan mereka. Dan, mereka pasti marah kalau kami gak menghabiskan makanannya.

Padahal ada dua alasan, kenapa aku ga habisin makanan. Pertama, karena emang porsi makanku sedikit. Kedua, karena ga sesuai seleraku wkwkwkw. Apalagi di Mesir ga ada makanan pedas. Dan, aku klo ga suka makanan tertentu, setidaknya bisa ganti pake sambel. Gimana aku bisa makan ikan goreng, sayur-sayur mentah yang campur dengan bawang mentah, ga pake sambel lagi huhuhu.

Waktu itu aku dimarahin sama ibunya ustadzahku, karena makanannya ga habis. Beliau sampe melotot, padahal sebelumnya kami bercanda-canda akrab. Tapi aku punya andalan biar dikasihani. Aku bilang kalau perutku kecil, aku memelas hampir nangis. Lalu ustadzah menjelaskan ke ibunya, akhirnya mereka memaklumi wkwk.

Kalau temenku tetep maksain diri buat makan, begitu aku dikasihani, temenku akhirnya berani menghentikan makannya. Begitulah, orang Mesir akan merasa tidak dihargai ketika kita tidak menghabiskan makanannya. Mereka menganggap ga suka masakan mereka.

Begitulah aku yang ga punya sungkan. Selalu mencari berbagai cara agar dipahami tanpa membuat mereka tersinggung. Aku cuma menjelaskan kalau makanannya enak, tapi perutku kecil. Ga seperti perut orang Mesir.

Waktu itu, kami ke sana bawa makanan (oleh-oleh) banyak sekali. Ustadzah bilang, “ga perlu bawa semacam itu”. Ustadzah meminta harus mau ke datang lagi tanpa membawa oleh-oleh sedikitpun.

Sebelum pulang, kami ditanyain berapa biaya buat perjalanan ke rumah beliau untuk naik uber?. Kami dikasih ganti uang. Kami menolak, tapi beliau tetap bersikeras. Kami juga dikasih alat tulis, bros, dll yang sebagian itu sebenarnya milik beliau. Bukan barang baru. Tapi itulah bukti kecintaan beliau terhadap muridnya, beliau sangat dermawan dengan kesederhanaannya.

Memang sangat sederhana. Bahkan yang awalnya kami kira rumahnya bagus, ternyata rumahnya sama kayak kebanyakan orang di desa, kecil, bahkan rumah kost kami pun jauh lebih bagus. Dalam kesederhanaan itulah, beliau beserta saudara-saudaranya kuliah sampai mendapat gelar doktor. Yaa, rumah kecil dengan dua kamar dan banyak anggota di rumahnya. Orang tua ustadzah telah berhasil menghantarkan anak-anaknya menjadi orang-orang hebat bergelar doktor.

Bahkan adik dari ustadzah adalah orang yang sering muncul di layar TV Mesir. Padahal ketika melihat mereka di rumahnya, siapa bakal mengira kalau mereka adalah orang berpendidikan, apalagi sering muncul di layar kaca.

Oya, sebelum pulang waktu itu, kami diantar sama dua saudara perempuan ustadzah sampai ke mobil uber yang jemput kami. Yang sebelumnya, di siang harinya, kami malah dijemput ibu dari ustadzah yang sudah tua tetapi masih sehat.

Itu sebagian dari hal-hal mengagumkan di Mesir. Orang-orang dermawan yang gak ketulungan. Bahkan contoh dari dermawan yang gak menunggu kaya. #Nabila

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top