teradesa.com. Kali ini team teradesa.com berkunjung ke MI Plus Sabilul Muhtadin di desa Pakisrejo Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Ditemui oleh kepala madrasah, Syamsul Bahri. Ia menceritakan perjalanan madrasahnya mulai dari perintisan, pendirian, jatuh bangun, dan mencapai puncak kepercayaan masyarakat yang luar biasa.
Saat ini, yayasan Sabilul Muhtadin memiliki tiga lembaga pendidikan, yaitu; PAUD, RA, dan Madrsah Ibtidaiyah (MI). Jumlah murid PAUD & RA 300 murid, dan jumlah murid MI 500. Semua bangunan untuk tempat murid sekolah murni dari swadaya masyarakat. Bangunan madrasah berdiri di atas tanah waqaf seluas 300 ru dari kelaurga besar kepala sekolah dan jariyah/sumbangan masyarakat.
Pada tahun 1958 masyarakat Pakisrejo kebanyakan masih awam dan terpengaruh oleh ajaran komunis. Untuk mendakwahkan Islam, masyarakat mendatangkan Kyai Muhdi dari Tanen untuk dipatok menjadi kyai dampar di masjid pertama yang dimiliki oleh masyarakat Pakisrejo. Semua anak-anak dan masyarakat setempat ngaji di tempat Kyai Muhdi.
Selanjutnya, mushola pertama berdiri di atas tanah waqaf bapak-nya Syamsul Bahri (kepala madrasah) sebagai tempat sholat kedua setelah masjid. Semakin bertambah tahun dan bertambah perkembangan umat Islam di desa Pakisrejo, maka mulai tahun 1986 mushola tersebut difungsikan sebagai masjid (tempat melaksanakan sholat jumat). Dan, tahun 1991 direnovasi menjadi masjid.
Berdirinya MI Sabilul Muhtadin dirintis oleh M. Jupri pada tahun 1965an. Awalnya M. Jupri merintis madrasah diniyah selama kurang lebih 2 tahun, yang bertempat di mbale Kamituwo Pakisrejo. Dan, mulai tahun ajaran 1968 MI Sabilul muhtadin resmi berdiri. Murid-murid, semuanya sekolah di rumah-rumah penduduk sekitar.
Pada tahun 1974, saat ada lomba desa material milik madrasah, seperti; pasir, batu, merah, dan gamping yang sedianya akan digunakan untuk membangun madrasah dipinjam oleh kepala desa setempat untuk persiapan lomba desa, tapi pada akhirnya material tersebut tidak dikembalikan ke pihak madrasah sehingga tidak jadi membangun madrasah.
Menurut kepala madrasah, “setelah kejadian gagalnya membangun madrasah bapak mewaqafkan tanahnya 40 ru untuk dibangun madrasah, yang membangun saat itu adalah masyarakat sekitar mushola pakisrejo. Alhamdulilllah secara bertahap beberapa tahun kemudian lima kelas selesei dibangun. Murid kelas satu dan dua masuk belajar di kelas secara bergantian (sift). Saat itu, gurunya masih status sukuhan (honorer) semua berjumlah 6 orang. Untuk membayar guru, masyarakat patungan waqaf pohon kelapa, hasilnyanya setiap saat diperuntukkan bagi kepentingan operasional sekolah.
Titik balik madarasah dimulai pada tahun 2003. Pada saat itu muncul gagasan dari pengelola madrasah merubah model madrasah, menjadi MI plus Sabilul muhtadin. Murid-murid pulang jam jam 14.00 wib. Tentu, materi, program dan kegiatan madrasah bertambah sesuai tujuan madrasah.
Program madrasah demikian mendapat respon baik dari masyarakat. Pengurus yayasan dan pengelola madrasah semakin bersemangat mengembangkan madrasah menjadi terbaik. Pengurus menambah tanah dan bangunan seiring dengan pertambahan murid. Total, saat ini Yayasan Sabilul Muhtadin memiliki tanah 300 ru beserta bangunan madarsah yang lengkap.
Semua bangunan madrasah merupakan jariyah, sumbangan, dan waqaf dari keluarga besar kepala madrasah dan masyarakat. Komitmen keluarga besar kepala madrasah yang demikian tinggi, sehingga masyarakat menganggap bahwa MI ini adalah madrasah keluarga kepala sekolah. Meskipun sebenarnya tanah sudah bersertifikat waqaf (milik umat).
Ke depan MI ini memproyeksikan memiliki bangunan madrasah berlantai dua semua. Dan, di ujung selatan tanah madrasah akan dibangun pondok pesantren pekanan berlantai 3. Tujuan pembangunan pondok pesantren adalah agar semua murid mengenal dan merasakan kehidupan pondok pesantren, dan membiasakannya belajar agama secara intensif, meskipun secara bergantian (sift) sepekan sekali. #Nur Kholis