teradesa.com. Dewasa ini semangat berliterasi agaknya semakin turun. Hal ini dapat dilihat dari turunnya minat baca mahasiswa di kampus manapun. Saya menyakisikan sendiri, baik di perpustakaan sekolah, kampus, ataupun Daerah. Ketika mengunjungi salah satu perpustakaan di Daerah yang tidak bisa saya sebutkan namanya.
Saya sempat bertanya kepada salah satu pustakawan di sana yang kebetulan masih teman saya sendiri. Dia mengatakan, bahwa semakin hari daftar kunjungan dan peminjaman buku semakin menurun. Bahkan dalam sehari saja, nyaris tidak ada yang meminjam atau hanya sekedar berkunjung.
Jika melihat dunia yang semakin hari-semakin modern. Seharusnya, sebagai pegiat literasi muda, seyogyanya kita harus mampu membangkitkan semangat para kaum muda yang nantinya akan menjadi generasi penerus dalam mengharumkan nama baik bangsa dengan cara berliterasi. Jika tidak mampu menulis, paling tidak, ya membaca.
Menulis dan membaca adalah dua hal yang saling memiliki keterikatan erat. Menulis tanpa membaca akan terasa hambar. Sebab, membaca adalah bumbu dalam kegiatan menulis. Dengan membaca, pembendaharaan kosa kata akan semakin bertambah.
Selain itu, dengan membaca kita bisa mempelajari gaya tulisan masing-masing penulis. Dari situlah kita akan memiliki dorongan dan semangat untuk mulai menulis, sehingga dapat menemukan gaya kepenulisan tersendiri.
Begitu pula sebaliknya, membaca tanpa menulis akan membuat ide semakin beku. Nalar kita hanya akan sampai pada bacaan, bukan mendeskripsikan atau berargumentasi. Literasi sangat penting di kalangan para mahasiswa. Mereka para cendekiawan muda harus dilatih sedini mungkin untuk mengasah sebuah ide dan gagasan.
Adanya kelas menulis fiksi (KMF) di UIN SATU Tulungagung begitu membantu mahasiswa dalam memelihara semangat berliterasi. Kelas menulis ini diadakan langsung oleh perpustakaan UIN SATU guna untuk mendampingi mahasiswa yang mau mengasah skil menulisnya.
pada first meeting, salah satu dosen yang mengampu kelas ini mengatakan bahwa “Menulis bukanlah bakat pakem seseorang. Menulis adalah skill yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara terus-menerus. Semua orang memiliki bakat menulis, tapi tidak semua orang memiliki skill menulis. Skill menulis akan diperoleh dengan cara terus berlatih dan berlatih. Menulis bukan tentang seberapa banyak halaman yang telah kita buat, tetapi seberapa konsisten kita dalam mempertahankan kegiatan menulis”.
Saya rasa apa yang dikatakan beliau ada benarnya juga. Saya telah merasakan sendiri. Ketika saya istiqomah menulis, entah itu satu paragraf perhari atau lebih. Saya merasa kemampuan menulis saya semakin bertambah. Namun, ketika saya berhenti menulis sehari saja, sudah tentu saya bingung mau memulainya lagi. Tidak jarang stagnasi menjadi sebuah perkara rutin yang hadir dalam pikiran.
Hal ini selaras dengan ucapan Ernest Hemingway, ia mengatakan: “Tidak ada hal apapun terkait menulis. Yang harus kamu lakukan adalah duduk di depan mesin ketik dan berdarah.” Sejauh ini program kelas menulis fiksi ini masih berjalan sesuai yang diharapkan.
Kelas ini sangat fleksibel. Tugas utamnya adalah membuat blog pribadi. Tiap minggu, anggota kelas tersebut harus menyetorkan tulisan yang sudah diunggah dalam blog pribadi minimal satu tulisan dalam seminggu. Kegiatan semacam ini diadakan tidak lain adalah untuk membiasakan para anggota kelas yang merupakan mahasiswa UIN SATU agar selalu giat dalam berliterasi.
Adapun output yang akan dihasilkan dari kelas ini adalah antologi cerpen atau karya solo dari masing-masing anggota kelas. Harapan saya, yang juga termasuk salah satu anggota kelas ini adalah semoga kelas ini tidak berhenti pada satu generasi, melainkan ada generasi KMF selanjutnya yang lebih baik dan lebih istiqomah dalam berliterasi. Salam.
Penulis: Putri Rahayu Ningsih, Mahasiswa UIN SATU Tulungagung, yang saat ini telah bersiap menjadi alumni di prodi Bahasa dan Sastra Arab.