Menulis adalah Bentuk Lain dari Doa?

0
388

teradesa.com. Rasanya pantas saat ini, saya mengucapkan syukur secara mendalam. Tuhan telah memberi kebahagiaan, kesehatan, dan tentu semangat tetap menulis. Menulis adalah cara terindah menuangkan pikiran-pikiran untuk mendialogkan beragam bentuk keagungan Tuhan kepada khalayak. Karena sejatinya kemauan untuk menulis saja, itu sudah bentuk kasih sayang Tuhan. Tanpa kasih sayang-Nya tidak mungkin tergerak untuk menulis.

Menulis, itu ibaratnya seperti doa yang dipahami oleh Maulana Rumi. Sama, ketika Rumi menulis ribuan syair tentang cinta. Bagi Rumi, tujuan doa adalah berdialog dengan Tuhan. Jadi, doa hakikatnya bukan untuk meminta kepada Tuhan tentang hajat-hajat duniawi dan ukhrowi sekalipun. Tanpa kita meminta-pun Tuhan tetap memberikan, karena Dia adalah Maha Kasih Sayang. Bahkan Imam al-Ghozali menegaskan bahwa doa adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tuhan menghamparkan semua wujud kasih sayang-Nya dalam bentuk unsur-unsur; kimiawi, materiil, biologi bahkan non-materi sekalipun. Yang kita pahami sebagai non-materi itu sejatinya adalah wujud, hanya manusia tidak dapat melihat atau mengamati menggunakan indranya. Sama, ketika manusia mengatakan gelap, itu sejatinya adalah karena tidak adanya cahaya, tetapi ia adalah wujud. Maka tugas manusia adalah memahat dan menggambarkan dalam bentuk tulisan tentang semua wujud manteri dan non-materi agar dapat terbaca oleh khlayak.

Menulis, sebagaimana juga doa tujuannya bukan untuk mendapatkan materi atau hajat-hajat jasadi. Tetapi untuk asupan kebutuhan ruhani. Jadi, ia adalah nutrisi yang dibutuhkan setiap saat oleh ruhani. Tujuan akhirnya adalah menguatkan spiritualitas dan kedekatan dengan Tuhan. Tuhan selalu bertanazul dan mewujud pada semua ciptaan-Nya, maka tugas manusia adalah mengungkapkan rahasia-Nya agar mudah dipahami banyak orang. Diantara caranya adalah merenungi, meneliti, dan menulis, sebagaimana hal ini dijelaskan dalam QS. Ali-Imran/3: 191.

Vincent Brummer dalam bukunya, yang berjudul, “What are We Doing When We Pray?”, didalamnya, diantaranya menulis bahwa seorang Agust Comte, yang kita pahami sebagai peletak dasar mazhab positifisme, dan akhirnya kita mengaggap dia adalah seorang atheis. Kepada para pengikutnya, August Comte menganjurkan setidaknya selalu berdoa dua jam dalam sehari. Semua agama dan aliran-aliran keagamaan apapun di dunia ini selalu tidak lepas membincangkan tentang doa. Jadi doa adalah kebutuhan azazi individu manusia.

Berdoalah, dan tuliskan dalam pahatan-pahatan yang indah penuh semangat dan pilihan diksi kata yang penuh rasa cinta. Sehingga kehadiran Tuhan terasa lebih dekat, dekat, dan sangat dekat dengan kita. Berikut, sedikit saya kutipkan diksi indah lantunan doa oleh Maulana Rumi.

Engkaulah yang mengubah dan memberi roh pada semesta
Sedang aku hanyalah hamba yang sering khilaf dan alpa
Ubahlah kemarahan yang menguasai diri
Menjadi kesabaran yang tak terperi
Wahai yang mengubah tanah mati menjadi roti
Wahai yang mengubah roti menjadi energi
Duhai yang menjadikan manusia penuh khilaf sebagai pemimpin
Duhai yang menobatkan manusia terasing sebagai Nabi
Duhai yang mengangkat manusia berkalang tanah
Jauh menembus tangga langit tak terbatas (Rumi, Matsnawi, jilid 5, bait 781-785). #Nur Kholis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here