teradesa.com. Sejak lama kita selalu didogma oleh suatu pandangan bahwa seseorang hanya memiliki satu kemampuan, pekerjaan dan/atau peran sosial tertentu. Misalnya; petani, nelayan, sopir, pedagang, guru, polisi, dokter, kyai dll. Pandangan demikian lama kelamaan menjadi penyekat yang mematikan kemampuan potensial individu. Bahkan, cenderung membelenggu.
Individu yang terbelenggu pada akhirnya canggung untuk mencoba keluar dari kotak penyekat. Atau bahkan mengembangkan kemampuan potensial lainnya. Ia sudah terkonstruk oleh perspektif sosial yang terdefinisi dalam pikiran diri. Pikiran demikian semakin terpola dan menjadi suatu paradigma berfikir bahwa seseorang tidak pantas, tidak dapat berperan dan berprofesi ganda.
Anak-anak selalu ditanamkan dalam otak bawah sadarnya, misalnya pertanyaan guru. Kamu nanti ingin jadi apa? Kebanyakan jawaban diarahkan menjadi dokter, polisi, guru, penyanyi, pedagang. Lihat saja, pada saat karnaval anak-anak TK selalu dipakaikan pakaian polisi, dokter, agamawan, bidan, dll. Perlakuan demikian akan terus membekas dalam pikiran dan orientasi hidupnya. Apakah salah? Ga juga sech.. nah ini-lah yang menarik untuk kita diskusikan.
Pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku inidvidu lebih banyak dipengaruhi oleh espektasi sosialnya. Individu yang berada pada lingkungan nelayan, ia akan terobsesi menjadi nelayan. Mereka yang berada pada lingkungan keluarga polisi juga berkeinginan menjadi polisi, begitu juga seterusnya. Semakin sering dan intens individu berada dalam lingkungan sosialnya, maka akan semakin kuat pengaruh sosialnya. Sehingga terpatri menjadi eskpektasi sosial individu.
Tapi ini tidak, temanku ini (Agus Andi Subroto), luar biasa, ia bisa keluar dari kotak espektasi sosialnya, bahkan keluar dari pakem bidang pekerjaan. Dalam satu hari misalnya ia bisa berperan sebagai dosen, driver ojek online (motor), motivator, dan penjual nasi goreng. Ini tidak hanya persoalan multi tasking, tetapi juga menyangkut sikap dan mental. Kebanyakan orang jika memiliki satu bidang pekerjaan tertentu akan merasa malu, canggung dan takut dicemooh oleh lingkungan sosialnya apabila melakukan pekerjaan diluar bidangnya.
Ia bercerita bahwa suatu saat ia menjadi pembicara kewirausahaan untuk para mahasiswa ciputra di sebuah hotel di Surabaya. Pada malamnya, ia menjual nasi goreng di tempat bazar mahasiswa. Kata mahasiswa, “lho bapak ini persis dengan pembicara tadi siang, apa betul?”. Dengan entengnya temanku menjawab, “ya nggak-lah, pembicara di hotel sejam digaji 2-juaan, masak jual nasi goreng yang hanya pendapatannya 200 ribu”. Dalam hatinya ketawa terpingkal-pingkal.
Kemampuan multi tasking perlu dilatih dan ditanamkan kepada setiap individu anak. Konsep berfikir, sikap mental, dan melawan arus espektasi sosialnya perlu dilawan dengan cara melatih dan pembiasaan. Keluar dari mindset lama dan kotak espektasi sosial sangat relevan pada masa perkembangan sosial yang akseleratif dan tidak terpredeksi seperti sekarang ini. Banyak bidang pekerjaan yang hilang akibat temuan teknologi digital modern. Mau tidak mau seseorang harus memiliki kecerdasan ganda, berperan ganda, dan memiliki ketrampilan ganda.
Nur Kholis