teradesa.com. Istilah cafe mengalami perubahan makna. Di awal tahun 2000an, penyebutan cafe hanya untuk tempat-tempat yang menyediakan minuman keras beralkohol sekitar 5%, terdapat fasilitas karaoke, dan ditemani beberapa purel. Penataan lampu didalam cafe remang-remang dengan bermacam lampu sorot berwarna-warni. Data yang dikumpulkan oleh Cesmid Indonesia Foundation (CIFO), pada tahun 2007, cafe di Tulungaung ada 750. Semua, tersebar mulai dari pelosok desa, pinggiran, dan sampai kota.
Sekitar sepuluh tahun kemudian, cafe tidak hanya monopoli tempat-tempat yang berciri khas sebagaimana yang penulis sebutkan di atas. Sekarang penyebutan cafe sudah cukup variatif, semua tempat yang menyediakan kopi, teh, jus, susu, dan makanan ringan serta fasilitas wifi sudah disebut cafe. Bahkan, interior dan eksterior cafe sudah sangat variatif; ada yang sederhana, klasik, minimalis, modern, dan eklusif. Penyebutan yang paling keren, mutakhir ini adalah cafe shop.
Pada awalnya, pengunjung cafe hanya laki-laki, dan tabu bagi perempuan. Tujuan utama mereka adalah untuk hiburan dan bersenang-senang. Minum kopi bukan tujuan utamanya, karena justru didalam cafe tidak menyediakan kopi, hanya minuman keras dan ditemani purel. Sekarang tidak, orang datang ke cafe bertujuan untuk menikmati kopi, bertemu dengan kolega. Mendiskusikan topik-topik yang serius (bisnis, akademik, dll), atau sekedar hobi, dan menghabiskan waktu luang. Dan, tidak hanya monopoli laki-laki yang berkunjung ke cafe.
Cafe sudah menjadi milik semua gender. Ia adalah simbol dari eksistensi dan status sosial diri individu. Setiap pojok cafe adalah simbol eksistensi individu di ranah sosial. Pesanlah kopi, nikmati, bercengkramalah, sesekali selfi, dan publis di medsos. Medsos adalah alat untuk menunjukkan eksistensi dan status sosial individu. Di cafe mana dan bersama dengan siapa individu selfi—itulah eksistensi dan status sosial yang didapatkan. Tidak harus mahal untuk melakukan mobilitas sosial; cukup ikuti mereka yang sudah eksis dan berstatus sosial tinggi di masyarakat, dan bersefi-lah bersamanya.
Medsos tetaplah medsos. Kebenaran medsos tidak-lah lebih dari 8%. Berdasarkan hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa hanya 8% masyarakat yang mempercayai medos. Masyarakat Indonesia masih lebih yakin kebenaran informasi yang bersumber dari televisi (nasional, lokal), radio, dan surat kabar. Hadirnya teknologi medsos memudahkan bagi setiap individu untuk berkarya dan mempublisnya secara instan. Tetapi ingat, medsos adalah “sampah” informasi. Orang-orang yang menerima informasi dari medsos selalu menscreening dari kelompok mana sumber (medsos) informasi tersebut. Jika sumbernya dari kelompok yang beda, maka akan disimpulkan sebagai informasi hoax.
Cafe dan medsos ibarat dua muka sekeping uang logam. Ia tidak memiliki makna jika hanya ada satu muka. Berkumpul, menikmati kopi, selfi tanpa dipublis rasanya hambar. Dan, tidak mungkin mempublis foto tanpa berkumpul dengan individu lainnya. Itu sech, namanya narsis banget, norak ahhh wkwkwkw. Itu-pun hanya bermakna bahwa individu bersangkutan telah eksis, tetapi kan status sosial-nya tidak nampak. Ngapain coba tiap hari selfi sendiri?
Cafe, handphon, dan medsos adalah alat penting di era sekarang untuk mampu mendongkrak eksistensi dan status sosial individu secara instan. Sama, menulis esae ringan ini juga alat untuk menunjukkan eksistensi dan status sosial penulis. Pembaca juga demikian, menikmati bacaan keren ini, dan mempublis, maka kalian akan meningkat status sosialnya sebagai pembeca web terkeren, teradesa.com, wkwkwkw. Ga papa sesekali narsis dikit, mumpung di akhir pekan. Terimakasi kalian tetap loyal menjadi pembaca teradesa.com. Sehat dan sukses terus, amin yra. #Nur Kholis.