Obyek Kajian dan Ragam ilmu Pengetahuan

0
569

teradesa.com. Keyakinan tentang suatu yang wujud (being) dan kebenaran (truth) memerlukan ilmu pengetahuan agar menghasilkan tindakan yang benar dan tepat (amal sholih). Pengetahun dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; pengetahuan inderawi, pengetahuan rasional/argumentatif, dan pengetahuan iluminasi. Dua macam pengetahuan yang pertama jika digabungkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan ilmiah (scientific). Pengetahuan inderawi diperoleh berdasarkan hasil memanfaatkan fungsi indera manusia (QS. al-Jasiyat/45: 13; al-Fushilat/41: 53; al-Fathir/35: 27).

Pengetahuan rasional/argumentatif adalah pengetahuan yang dihasilkan dengan memanfaatkan potensi akal manusia, seperti para filosof (QS. QS. al-Jasiyat/45: 13; al-Fushilat/41: 53). Pengetahuan filosofi inilah yang kemudian mendasari temuan-temuan teori dan teknologi. Sedangkan pengatahuan iluminasi adalah pengetahuan yang dihasilkan dari memanfaatkan potensi intuitif, mata batin, dan spiritualitas (QS. al-Fushilat/41: 53). Selain itu, ada tambahan yakni pengetahuan tektual (skriptural).

Apa yang diperbincangkan, diamati, atau dijadikan objek kajian dari keempat pengetahuan di atas? Jawabnya adalah semua yang wujud (being) dan/atau kebenaran (truth) yang berupa fenomena fisik, sosial, dan metafisik. Atau, dengan kata lain bahwa obyek kajian para ilmuwan dan spiritualis adalah fenomena-fenomena makrokosmis (alam jagad raya) dan mikrokosmisn (manusia), serta semua unsur-unsur yang ada didalam keduanya.

Pengetahuan inderawi dan rasio saat ini telah dikembangkan oleh para ilmuwan menjadi ilmu pengetahuan (scietific). Objek kajiannya adalah; semua wujud fisik (alam fisika) yang terkait dengan materi dan gerak. Semua wujud matematika (alam mitsal) yaitu non-materi tetapi berhubungan dengan materi, dan wujud metafisika (alam akal) yaitu non-materi murni dan tidak dipengaruhi oleh materi/gerak. Dan, obyek pengetahuan skriptural adalah semua wujud informasi fisik, metafisik yang tertuang dalam al-Qur’an.

Ilmu pengetahuan yang dikembangkan, dan diyakini kebenarannya oleh para ilmuwan adalah pengetahuan yang didasarkan pada kebenaran empiris dan rasional. Semua yang dianggap benar haruslah dapat dibuktikan melalui penginderaan dan akal, diluar itu, menurut para ilmuwan bukanlah suatu kebenaran. Sementara, bagi para spiritualis bahwa kebenaran (truth) atau wujud (being) adalah semua yang dapat dirasakan/pembuktian personal (subyektif) adanya realitas metafisika, termasuk adanya Tuhan melalui metode irfan yaitu menggunakan intuisi dan penyatuan jiwa (diri-Tuhan).

Diluar keduanya, juga terdapat kebenaran yang terinformasikan oleh teks-teks al-Qur’an. Ia memberikan informasi kebenaran pengetahuan dan ilmu pengetahuan, misalnya tentang awal kejadian alam jagad raya (QS. al-Anbiyak/21: 30). Kebenaran (truth) dan wujud (being) ilmu pengetahuan yang dibangun dari metode empiris, eksperimentasi dan filsafat pada hakikatnya adalah kebenaran tidak mutlak (relative), begitu juga kebenaran intuitif (spiritualis) selalu bersifat relatif. Dan, hanya kebenaran skripturalis (al-Qur’an) yang bersifat mutlak.

Manusia memerlukan ketiga model pengetahuan kebenaran dan wujud tersebut. Karena manusia memiliki beban/tugas untuk menjadi khalifah dan memakmurkan bumi. Tanpa ilmu pengetahuan (scientific), pengetahuan spiritual, dan pengetahuan skriptural (al-Qur’an), maka manusia tidak mungkin dapat memakmurkan bumi. Inilah rahasianya, mengapa manusia mau menerima beban menjadi khalifah di bumi?

Sementara, makhluk-makhluk lainnya, termasuk para Malaikat tidak sanggup menerima. Tuhan mengajarkan nama-nama (kata benda) (QS. al-Baqarah/2: 31) adalah sebagai dasar pengetahuan agar ia mampu memikul beban itu, termasuk diberinya potensi akal. Oleh karenanya, manusia merupakan lokus (wadah) emanasi Tuhan yang paling sempurna. Unsur-unsur yang ada dalam diri manusia (microcosmis) dapat terkoneksi dengan semua unsur-unsur alam jagad raya (macrocosmis) sehingga melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya berfungsi sebagai alat untuk memakmurkan bumi.

Setiap individu manusia mempunyai tanggungjawab sesuai dengan kapasitasnya. Karena usaha memakmurkan bumi tidak bisa hanya ditanggung oleh satu golongan manusia saja. Dari sekian golongan manusia semuanya memiliki andil dalam memakmurkan bumi, semuanya saling gotong royong. Para ilmuwan dan kaum spiritualis, misalnya berperan untuk memberikan penjelasan atas semua fenomena-fenomena macrocosmis dan microcosmis.

Selain itu, pengetahuannya tentang hal-hal yang bersifat fisik dan metafisik dapat membuatnya mampu mempredeksi hal-hal yang akan diterjadi. Namun toh demikian, akurasi pengetahuannya dan prediksinya tidak selalu tepat. Karena hakikat kebenaran (truth) dan wujud (being) di alam materi-majemuk (dunia) ini adalah bersifat relatif. Hanya informasi-informasi yang terdapat dalam al-Qur’an (skriptural)-lah yang akurat. Tetapi al-Qur’an kan masih banyak memerlukan tafsir. Dan, akhirnya kebenaran tafsir manusia ini juga relatif. #Nur Kholis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here