teradesa.com. Demokritos (460 SM) merupakan bapak filsafat materialisme. Dari pemikirannya kemudian berkontribusi terhadap perkembangan pemikiran dan peradaban Islam, dan bersambung pada materialisme modern, khususnya di Jerman yang dikembangkan oleh Ludwig Feuerbach (1804-1872) dan Karl Marx (1818-1883). Ludwig Feuerbach sebenarnya merupakan murid dari Hegel, penganut filsafat idealisme. Dengan demikian, semua pandangan Ludwig Feuerbach dan Karl Marx merupakan penyangkalan terhadap padangan filsafat idealisme-nya Hegel.
Pemikiran Demokritos sebenarnya juga merupakan penyangkalan dari pandangan-pandangan filsafat idealisme-nya Plato. Filsafat idealisme dikembangkan di Eropa diantaranya oleh Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753)), Immanuel Kant ( 1724-1804) dan George Hegel (1770-1831). Menurut Demokritos sesuatu (something) hanya dapat berasal dari sesuatu (something); sesuatu tidak mungkin berasal dari ketiadaan (nothing); dari ketiadaan tidak mungkin muncul sesuatu yang ada.
Asal-usul segala sesuatu dapat ditelusuri hingga ke elemen paling mendasar yang membentuknya. Elemen itu disebut atom. Atom, secara harafiah bermakna tidak dapat dibagi (a tomos). Atom adalah elemen terkecil pembentuk seluruh realitas. Segala sesuatu yang terdapat dalam realitas ini bisa berupa kombinasi atau pembagian dari atom. Dengan demikian, menurut Demokritos, Jiwa dan kehidupan juga terbuat dari atom. Jiwa itu ada karena kompleks atom-atom yang sangat kecil, halus, dan berkombinasi satu sama lain. Kompleks atom-atom ini berpenetrasi satu sama lain dengan aktif sehingga menghasilkan apa yang kita sebut dengan kehidupan.
Demokritos sesungguhnya juga meyakini bahwa setiap material memiliki jiwa. Keduanya (jiwa dan benda) merupakan hasil dari atom-atom yang kompleks atau saling berpenetrasi. Pandangan semacam ini juga diyakini oleh para ilmuwan mutakhir bahwa setiap benda-benda; bumi, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dan benda-benda angkasa—kesemuanya memiliki jiwa. Karena memiliki jiwa, maka benda-benda tersebut dapat tumbuh dan berkembang. Benda-benda yang dianggap tidak memiliki kehidupan sekalipun, misalnya batu, bumi, air sejatinya juga memiliki jiwa karena mereka juga dapat bergerak dan berubah.
Filsafat materialisme kemudian direduksi, diadopsi, dan mendasari gerakan renaisans. Gerakan ini pada hakikatnya tidak sekedar memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan, tetapi lebih jauh dari itu bahwa menganggap yang ada hanyalah yang bersifat material. Benda-benda atau material itulah ontologi. Ontologi dalam filsafat material dijadikan sebagai obyek kajian dan penelitian. Karena sebagai obyek, maka ia harus dieksploitasi untuk kepentingan subyek (manusia). Dari pandangan inilah lahir konsep antroposentrisme.
Manusia merupakan pusat dari alam semesta dan isinya. Air, bumi, tumbuh-tumbuhan, hewan di dasar maupun di laut, planet-planet yang ada di antariksa, dan semua alam jagad raya lainnya dihamparkan ole Tuhan untuk manusia. Manusia satu-satunya subyek di alam jagad raya, ia memiliki kewenangan untuk meneliti, mengkaji, mengeksplorasi, dan mengeksploitasi untuk kepentingan manusia. Untuk itu, mereka ini patut dijadikan obyek atau ontologi dalam pandangan filsafat materialisme. Bahkan manusia itu sendiri sah-sah saja dijadikan obyek. Jasmani dan ruhani manusia adalah obyek, dan dari sana pula ilmu pengetahuan dapat dihasilkan.
Kajian tentang air, bumi, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan benda-benda antariksa—masing-masing menghasilkan ilmu pengetahuan. Dari kesemua obyek kajian (ontologi) tersebut, bahkan manusia yang paling kaya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Misalnya, kajian terhadap air menghasilkan ilmu hydrologi, kajian terhadap hewan-hewan menghasilkan zoologi, sementara kajian terhadap jasmani manusia menghasilkan biologi, dan kajian terhadap otak manusia menghasilkan neurologi. Dengan demikian, semakin komplek dan mendalam obyek materi kajian (ontologi) menghasilkan ilmu pengetahuan yang beragam dan spesifik. #Nur Kholis.