teradesa.com. Hidup bukan sekadar menghirup udara dan menjalani rutinitas, tetapi sebuah perjalanan menuju pencerahan. Dalam perjalanan ini, manusia mendaki kesadaran, melewati lembah keterlenaan, dan meniti tebing ujian. Namun, pendakian ini bukan tentang seberapa tinggi kita bisa melangkah, melainkan seberapa dalam kita menyadari bahwa Tuhan selalu hadir di setiap tarikan napas, setiap detak jantung, dan dalam setiap helaan doa kita.

Sholat dan doa bukan hanya sarana beribadah, tetapi ruang perjumpaan dengan Tuhan yang tak pernah jauh. Setiap kali dahi menyentuh bumi, kita sedang membebaskan diri dari kepalsuan dunia. Setiap bisikan doa adalah ketukan lembut pada pintu langit. Di sanalah manusia menemukan ketenangan, karena ia sadar, dirinya tak pernah benar-benar dalam kesendirian. Tuhan selalu ada, lebih dekat dari urat leher kita sendiri.

Muttaqin bukan sekadar mereka yang patuh pada aturan agama, tetapi mereka yang telah mencapai kesadaran tertinggi akan kemahahadiran Tuhan. Mereka yang berjalan di bumi, tetapi hatinya selalu terhubung ke langit. Mereka yang melihat dunia bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai lorong menuju keabadian. Kesadaran inilah yang mengubah sholat dari kewajiban menjadi kebutuhan, dari ritual menjadi pengalaman spiritual yang hakiki.

Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 2: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa“. Muttaqin adalah mereka yang memahami bahwa kehidupan ini penuh tanda-tanda Tuhan. Mereka melihat keajaiban dalam embun pagi, kebesaran dalam langit yang luas, dan kasih sayang Tuhan dalam setiap denyut kehidupan. Segalanya adalah ayat yang mengantarkan hati pada kepasrahan yang indah.

Pendakian menuju kesadaran bukan tanpa rintangan. Godaan dunia, ambisi, dan hawa nafsu sering kali mengalihkan pandangan dari cahaya Tuhan. Namun, seperti seorang pendaki yang menghadapi badai, manusia tak boleh berhenti. Setiap kesalahan adalah kesempatan untuk kembali, setiap keterjatuhan adalah momen untuk bangkit. Dan di setiap perjalanan, Tuhan selalu mengawasi, membimbing, dan menanti hambanya untuk kembali.

Kemahahadiran Tuhan bukan sekadar konsep teologis, tetapi realitas yang menghidupkan jiwa. Ia hadir dalam kesunyian malam yang penuh doa, dalam keramaian pasar yang hiruk-pikuk, dalam kesedihan yang menghimpit, dan dalam kebahagiaan yang membuncah. Tidak ada ruang kosong dari keberadaan-Nya. Ketika manusia menyadari ini, ia tak lagi takut menghadapi hidup, sebab ia tahu, ada tangan tak terlihat yang selalu menuntunnya.

Dalam Surah Al-An’am ayat 59, Allah berfirman: “Dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya“. Jika daun kecil yang jatuh dari pohon saja berada dalam pengawasan-Nya. Bagaimana mungkin manusia merasa terlupakan? Kesadaran ini menjadikan muttaqin sebagai jiwa yang tenang. Mereka menjalani hidup bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keyakinan bahwa setiap langkah mereka selalu dalam genggaman Tuhan.

Mereka yang mencapai kesadaran ini tak lagi melihat doa sebagai permintaan semata, tetapi sebagai dialog yang tulus dengan Sang Maha Pencipta. Mereka memahami bahwa Tuhan lebih mengetahui kebutuhan mereka dibanding apa yang mereka inginkan. Maka, mereka menyerahkan diri dengan sepenuh hati, bukan dalam kepasrahan buta, tetapi dalam kepercayaan penuh bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik.

Perjalanan menjadi muttaqin adalah pendakian tanpa akhir. Setiap hari adalah kesempatan untuk semakin dekat, semakin sadar, semakin mengakui bahwa kita tak memiliki apa pun selain rahmat-Nya. Dunia hanyalah bayangan yang sesekali menyilaukan, tetapi cahaya Tuhan selalu nyata, selalu menerangi, selalu menuntun pulang. Mereka yang sadar akan hal ini tidak pernah benar-benar tersesat.

Pada akhirnya, puncak tertinggi dari perjalanan ini bukanlah sekadar memahami, tetapi merasakan. Bukan hanya mengetahui bahwa Tuhan Maha Hadir, tetapi benar-benar hidup dalam kesadaran itu. Mereka yang mencapai puncak pendaian kesadaran itu telah menemukan rumahnya dalam Tuhan. Mereka tak lagi gelisah, tak lagi merasa kehilangan. Sebab mereka telah sampai pada hakikat yang sejati bahwa sejak awal, mereka tak pernah sendiri. Cak Nur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top