Pendekatan Budaya dalam Studi Keislaman

teradesa.com. Dalam Kamus Umum Bahasa indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dan unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.

Kebudayaan selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami apa yang terdapat pada dataran empirisnya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk demikian berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut, seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama. Kita misalnya, Menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya. Kedalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut ber integrasi. Tanpa da unsur budaya, agama akan sulit dikenali.

Kebudayaan Hoenigmanyang dikutip  Bahari  (2014) membedakan  fenomena  kebudayaan atau  wujud  kebudayaansebagai  berikut: 1)  sistem  budaya,  2)  sistem  sosial,  dan  3) artefak.  Sistem  budaya,  kebudayaan  yang  bewujud  kompleksitas  ide,  nilai;  sistem sosial,   kebudayaan   yang   berwujud   kompleksitas   aktivitas   sosial   berpola;   dan artefak,  kebudayaan  yang  berwujud  karya  manusia  yang  berupa  benda  atau  hal yang  dapat  dilihat,  diraba  dan  didokumentasikan.

Senada  dengan  yang  katakan Koentjaraningrat   (2005),   kebudayaaan   dibedakan   empat   wujud,   yang   secara simbolis  digambarkan  sebagai  empat  lingkaran  konsentris:  (1)  lingkaran  paling luar,  dan letaknya  di  luar  melambangkan  kebudayaan  sebagai  artefak,  atau  benda-benda  fisik;  (2) lingkaran  berikutnya  (lebih  kecil)  melambangkan  kebudayaan sebagai   sistem   tingkah laku dan tindakan yang berpola (3) lingkaran yang berikutnya   lagi   (lebih   kecil daripadakedua   lingkaran   yang   ada   diluarnya), melambangkan  kebudayaan  sebagai  sistem  gagasan;  (4)  lingkaran  hitam  yang letaknya paling dalam dan bentuknya paling kecil, merupakan pusat atau inti, yang melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan yang ideologis.

Wujud  kebudayaan  yaitu:  sistem  budaya, sistem   sosial,    dan   kebudayaan   fisik,   serta   nilai-nilai   budaya.   Kesemuanya merupakan karya manusia yang bersumber dari cipta, rasa dan karsanya, yang telah meberikan  sumbangsih  besar pada  manusia  dalam  mengarungi  kehidupan  di  atas bumi.Manusia  sang  pencipta  sekaligus pengguna  kebudayaan,  pemikirannya  atau pengetahuannya tidaklah  statis   melainkan mengalami  perkembangan.  Menurut Comte  yang  dikutip  Bertens  (2007),  perkembangan  pengetahuan  manusia  baik sebagai  perorangan  maupun  umat  manusia  keseluruhan  melalui  tiga  zaman,  yaitu zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman positif.

Dalam  jaman  teologis,  manusia  percaya  bahwa  di  belakang  gejala-gejala  alam terdapat  kuasa  adikodrati  yang  mengatur  fungsi  dan  gerak-gerak  gejala  tersebut. Jaman  teologis  sendiri  dibagi  tiga  periode.  Pada  periode  pertama  taraf  paling primitif  benda-benda  sendiri  dianggap  berjiwa  (animisme).  Pada  periode  kedua manusia  percaya  pada  dewa-dewa  yang  menguasai  lapangan  tertentu  (politeisme). Periode   ketiga   manusia   percaya   pada   satu   sebagai   Penguasa   segala   sesuatu (monoteisme).Dalam   jaman   metafisis,  kuasa-kuasa  adikobrati  diganti  dengan konsep-konsep abstrak, seperti “kodrat” dan “penyebab”.

Ketika manusia   tidak   lagi   berusaha   mencari   pengetahuan   tentang   penyebab-penyebab  di  belakang  fakta-fakta.  Jaman  tertinggi  ini  manusia  membatasi  pada fakta-fakta  atas  dasar  obsevasi  dan  akalnya/rasionya  ia  beruasaha  menetapkan relasi-relasi  persamaan  atau  urutanyang  terdapat  pada  fakta-fakta.  Jaman  terakhir ini  dihasilkan  ilmu  pengetahuan  yang  sebenarnya.Jaman  tertinggi  ini  manusia menyingkirkan atau tidak lagi mengenal hal-hal metafisik.Tidak  jauh  berbeda  dengan Peursen  (1984),  perkembangan  kebudayaan  melaluitiga  tahap,  yaitu  tahap  mitis,  tahap  ontologis,  dan  tahap  fungsional.

Tahap  mitis, bilamana  manusia  merasakan  dirinya  terbenam,  terkepung  oleh  kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya yaitu  kekuatan  dewa-dewa,  adikodrati.  Tahap  ontologis,  bilamana manusia  tidaklagi  terkepung  kekuasaan  mitis,  manusia  mengambil  jarak  terhadap segala sesuatu yang dulu mengepungnyadan atau menguasainya. Tahap fungsional, bilamana  manusia  tidak  lagi  terpesona  oleh  lingkungannya  (mitis),  tidak  lagi mengambil  jarak  dengan  lingkungannya,  melainkan  ingin  membangun  relasi-relasi baru terhadap segala sesuatu yang ada dalam lingkungannya.

Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujug unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem pengetahuan, sistem oraganisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi, serta kesenian. Berikut ini akan diuraikan setiap unsur kultural universal.

  1. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Menurut Keesing, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa.

  1. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup beberapa unsur yang digunakan dalam kehidupan.

  1. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial.

Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu kerabat inti yang dekat dan kerabat yang lain.

  1. Sistem Peralatan Hidup

Manusia selalu berusaha mempertahankan hidupnya sehingga mereka membuat peralatan atau benda-benda tersebut.

  1. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian hidup

Supaya bisa tetap hidup, manusia perlu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang di butuhkan manusia, seperti sandang, pangan dan papan.

  1. Sistem Religi

Koentjaraningrat mendefinisikan religi sebagai sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat beragama dan upacara-upacara beserta pemuka-pemuka agama yang melaksanakannya.

  1. Kesenian

Kesenian ini yang biasa disebut dengan karya. Kesenian ini mencakup berbagai hal yang diciptakan manusia dan dinilai memiliki estetika atau keindahan, juga merupakan wujud ekspresi manusia yang diciptakan dalam bentuk karya seni.

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan bisa dikatakan sebagai suatu sistem dalam masyarakat dimana terjadi interaksi antar individu/kelompok dengan idnividu/kelompok lain sehingga menimbulkan suatu pola tertentu, kemudian menjadi sebuah kesepakatan bersama (baik langsung ataupun tidak langsung) yang akan dianggap sesuatu yang mempunyai nilai dalam kehidupan bersama.

Karakteristik kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar dan dapat berubah, itu terjadi ‘hanya jika’ ada jaringan interaksi antar manusia atau antar masyarakat dalam bentuk komunikasi antarpribadi maupun antarkelompok budaya yang terus menerus.Mengutip dari apa yang telah disampaikan oleh Edward T. Hall, budaya merupakan sebuah  komunikasi, dan  komunikasi adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk mendapatkannya dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain.

Islam sebagai agama wad’un ilāhiyyun, senantiasa sejalan dengan budaya masyarakat selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan doktrin Islam, karena doktrin tersebut memasuki masyarakat dan mewujudkan diri dalam konteks sosial budaya (Islamicate) pada masing-masing wilayah atau kawasan. Hasil budaya tersebut menjadi kekayaan umat Islam dan menjadi peradaban yang spesifik.

Agama merupakan sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara kebudayaan merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal (local wisdom). Agama maupun kebudayaan, keduanya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan sesuai kehendak tuhan dan kemanusiaannya.

Agama melambangkan nilai ketaatan kepada tuhan, sedangkan kebudayaan mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa dinamis dalam kehidupannya. Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat, mengandung makna kolektifitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan sosial keberagamaan secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem yang berlaku secara abadi di masyarakat. Namun, terkadang dialektika antara agama dan budaya berubah menjadi ketegangan karena budaya sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran ilahiyat yang bersifat absolut.

Sejak awal perkembangannya, agama – agama di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Sebagai contoh Agama Islam, dimana Islam sebagai agama faktual banyak memberikan norma-norma atau aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Jikadilihatdari kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas. Pertama, Islam sebagai konsespsi sosial budayadan Islam sebagai realitas budaya.Kedua,Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga Islamicate.

Kebudayaan masyarakat sebagian besar dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat itu sendiri melahirkan teknologi atau kebuyaan kebendaan yang memiliki kegunaan utama dalam melindungi diri mereka sendiri terhadap lingkungan. Dalam tindakan untuk melindungi diri dari lingkungan alam, pada taraf pemula manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak didalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Keadaan berbeda pada masyarakat yang kompleks, dimana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya tersebut yaitu teknologi yang memberikan kemungkinan luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan menguasai alam.

Penulis: Sofia Annas Ashari, Prima Ainun Maharani Putri, Nailil Inayah, Nabilla, Sidik fajar Ahmadi, & Siti Alfiatus sa’adah

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top