teradesa.com. Film “the godfather” merupakan film epik kriminal yang mengisahkan perjalanan keluarga mafia Italia-Amerika Corleone, yang dipimpin oleh Don Vito Corleone. Cerita dimulai dengan peralihan kekuasaan saat Vito mulai kehilangan kendali atas bisnisnya karena usia dan serangan dari rival. Anak bungsunya, Michael Corleone, awalnya menjauh dari bisnis keluarga, tetapi terpaksa masuk kedalam dunia kejahatan demi melindungi keluarganya.
Transformasi Michael dari veteran perang idealis menjadi pemimpin mafia yang kejam menggambarkan sisi gelap ambisi, kekuasaan, dan loyalitas. Selain itu, film ini juga menggali tema keluarga, pengkhianatan, dan moralitas dalam dunia kriminal. Untuk melengkapi pengetahuan pemodelan ini, saya membaca buku, “Asian godfather”, buku ini menceritakan bagaimana orang-orang kaya China membangun “perselingkuhan” dengan pejabat-pejabat di Asia Tenggara untuk meraih kekayaan.
Saya ingin menarik dua cerita di atas kedalam suatu model pemahaman tentang realitas hubungan antar individu dalam meraih tujuannya. Gambaran umum tentang “perjuangan” individu ini didekati dengan kata kunci “konflik” dan “solidaritas”. Dua kata kunci inilah, yang kemudian melahirkan dua paradigma yang dapat dipergunakan untuk menganalisis fenomena kehidupan manusia, yaitu; kompetisi dan kerjasama.
Pertama, bahwa hakikat hubungan antar individu dalam suatu komunitas merupakan kompetisi. Teori ini berakar pada konsep struggle for existence dari Herbert Spencer yang menggambarkan masyarakat atau komunitas sebagai arena persaingan. Setiap individu berusaha mengungguli yang lain untuk bertahan hidup atau mencapai keberhasilan. Perspektif ini mengasumsikan bahwa ketidaksetaraan individu-individu dalam suatu komunitas merupakan konsekuensi alami dari dinamika sosial.
Pandangan ini didukung oleh teori konflik dari Karl Marx. Marx menjelaskan bahwa masyarakat cenderung terfragmentasi kedalam perjuangan kelas antara kaum borjuis dan proletar. Hubungan antar individu oleh karenanya seringkali bersifat antagonistik karena adanya perebutan sumber daya yang terbatas. Dalam konteks ini, hubungan saling meniadakan merupakan manifestasi dari ketimpangan ekonomi dan kekuasaan.
Pendekatan ini kemudian menunjukkan efek kompetisi antara individu tersebut pada struktur sosial di masyarakat. Konflik yang terus menerus dapat menciptakan segregasi dan ketegangan dalam masyarakat. Menurut Lewis Coser, konflik bersifat destruktif apabila tidak dikelola, namun dapat juga menjadi katalis perubahan sosial jika dikelola dengan baik. Hal ini memperkuat argumen bahwa saling meniadakan memiliki konsekuensi multidimensional bagi tatanan sosial.
Kedua, pendekatan yang menekankan pentingnya kerja sama. Pendekatan ini relevan dengan pandangan Émile Durkheim tentang solidaritas sosial. Durkheim membagi solidaritas menjadi mekanik dan organik, di mana hubungan individu dalam masyarakat modern lebih berbasis pada saling ketergantungan. Kerjasama dilihat sebagai fondasi utama keteraturan dan harmoni sosial. Kerjasama tidak hanya dilakukan antar individu, tetapi juga antar kelompok dan/atau lembaga.
Pandangan ini mendapat dukungan dari Talcott Parsons dalam teori fungsionalisme. Parsons berargumen bahwa masyarakat memerlukan koordinasi untuk menjaga stabilitas. Sistem sosial berfungsi optimal ketika setiap individu atau kelompok menjalankan perannya masing-masing. Dalam konteks ini, kerjasama menjadi prasyarat keberlangsungan masyarakat atau individu yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan.
Pendekatan kedua ini sejatinya adalah menyoroti keterkaitan dalam tujuan bersama. George Homans dalam teori pertukaran sosial lebih memperdalam dengan mengkaji hubungan antar individu yang dibangun melalui proses saling memberi dan menerima. Setiap individu memiliki kepentingan pribadi, namun kerjasama diperlukan untuk memungkinkan dicapainya tujuan bersama yang lebih besar. Perspektif ini telah menunjukkan bagaimana hubungan simbiosis dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Selain itu, terdapat efek yang baik dari pendekatan kerja sama ini, yaitu dapat menciptakan kohesi sosial yang lebih kuat. Dalam teori interaksionisme simbolik yang diungkapkan oleh Mead bahwa individu berhubungan melalui simbol dan komunikasi. Hubungan yang harmonis tercipta ketika ada pemahaman dan kerjasama. Selebihnya, kerjasama juga dapat memperkuat identitas kolektif, memperkecil konflik, serta mendorong integrasi sosial.
Kita tinggal memilih pendekatan mana diantara keduanya yang memungkinkan dapat membantu pencapaian tujuan individu atau kelompok. Secara keseluruhan, kedua pendekatan tersebut memiliki implikasi berbeda. Pendekatan pertama menciptakan dinamika persaingan yang dapat memacu inovasi, namun berisiko menciptakan konflik. Sementara itu, pendekatan kedua mengedepankan harmoni melalui kerja sama dan saling ketergantungan. Saya kira, efektifitas pilihan dapat disesuaikan dengan type individu atau visi lembaga/komunitas. Cak Nur