teradesa.com. Bukan kampungku lagi. Begitulah, kira-kita untuk menggambarkan perubahan yang terjadi di kampung kelahiranku. Saat pulang kampung, kucoba napak tilas tempat-tempat bermain, merumput, belajar ngaji, belajar di Madrasah, kegiatan keagamaan di Masjid, dan berkumpul dengan teman sebaya. Terutama, permainan favorit saat bulan purnama adalah sodoran.
Kampungku seperti erus, dikelilingi perbukitan. Sekitar 46 tahun yang lalu saat tengah hari (siang bolong), saya melihat langsung ada kemamang, semacam api yang merambat di gampeng, perbukitan batu. Begitu melihat hal yang nyata, kami bersama teman langsung lari sipat kuping, balik ke perkampungan dengan melewati jurang dan perbukitan.
Begitu pula, beberapa hari yang lain, di lereng bukit lainnya. Kami mendengar suara orang yang sedang melahirkan, langsung kami kabur. Tentu, waktunya sama tengah siang. Karena biasanya jam-jam tersebut kami sudah pulang dari Madrasah. Biasanya bersama teman-teman mencari mentor yang jatuh, tentu miliknya orang lain. Harga mentor saat itu 11 butir Rp. 25., lumayan untuk uang jajan sekolah.
Sekarang, bukit-bukit itu sudah rata. Pembangunan jalan tol Surabaya-Jakarta telah menghancurkannya. Tetapi, masyarakat di kampung menyukainya karena yang dijual tanah berbukit. Setelah tanah rata mereka dapat menjadikannya sebagai tegalan atau sawah. Perubahan fisik perkampungan rupanya juga berdampak terhadap pola relasi sosial anak-anak dengan alam sekitarnya.
————-
Sepertinya tidak mudah untuk menentukan faktor dependensi dan independensi antara perubahan fisik dengan perubahan sosial. Perubahan fisik suatu kampung mempengaruhi perubahan pola relasi sosial dan/atau sebaliknya. Mirip dengan sulitnya menentukan mana yang lebih dulu antara telur dengan ayam. Tetapi, yang pasti keduanya memiliki sifat saling mempengaruhi.
Saat itu, sebelum berdirinya pabrik-pabrik di sepanjang jalan Jetis, Wringin Anom sampai Sepanjang, pola relasi sosial anak-anak mengikuti pola permainan tradisional, merumput, dan sesekali naik ke perbukitan. Bahkan, di saat musim hujan bermain seluncur layaknya di pegunungan salju menggunakan pelepah daun Jambe di perbukitan sumber garam di pinggiran kampung.
Industrialisasi mulai tumbuh secara massive sejak tahun 1990an di Daerah tersebut menyebabkan pola relasi sosial anak-anak menjadi berubah. Anak-anak tidak banyak, bahkan tidak ada yang mau membantu orang tua merumput dan melakukan permainan tradisional. Pembangunan pabrik-pabrik menjadikan orientasi anak-anak lulus sekolah langsung bekerja di pabrik.
Perubahan zaman terus mengalami percepatan. Pada awal industrialisasi anak-anak lulusan sekolah menengah pertama dapat diterima di pabrik. Sepanjang tahun tersebut anak-anak tidak banyak yang melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi, tetapi juga karena faktor ekonomi orang tua. Setidaknya pilihan pragmaatis anak-anak mulai tumbuh, berkembang, dan menjalan kesemua anak-anak muda belia.
Sekarang sudah sangat berbeda. Pemerintah telah melakukan perubahan besar dalam rekrutment tenaga kerja. Jika sebelumnya rekrutmen tenaga kerja dilakukan langsung oleh lembaga/pabrik, maka melalui UU ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 rekrutmen disubkontrakkan kepada pihak ketiga (outsourcing). Sementara, persyaratan ke pabrik harus lulusan sekomah menengah atas.
Perubahan syarat rekrutmen pabrik demikian ini menyebabkan anak-anak yang awalnya mengandalkan ijazah sekolah menengah pertama, harus antri mengikuti sekolah kejar paket C. Beberapa teman yang fokus di yayasan belajar kemudian menambahkan program sekolah kerjar paket C atau marak mengikuti sekolah terbuka (kelompok belajar). Inilah fenomena yang saya sebut sebagai degradasi ijazah.
Sebetulnya degradasi ijazah tidak hanya dialami oleh anak-anak Indonesia. Di semua negara lainnya juga mengalami hal yang sama. Karena itu, sebaiknya anak-anak perlu membekali beberapa pengetahuan, ketrampilan dan apa saja yang dibutuhkan 5-10 tahun kedepan. Mempersiapakan diri untuk hidup dan kehidupan ke depan merupakan suatu keniscayaan, agar tetap survive. begitulah, perubahan selalu bersifat alamiah dan pasti terjadi. Cak Nur