Pra-Islam: Kehadiran Nabi Muhammad saw di Makkah & Madinah

teradesa.com. Solidaritas kesukuan dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam dikenal sangat kuat, sehingga perselisihan perorangan hampir selalu menimbulkan konflik antar kabilah. Hal ini dikarenakan hubungan seorang laki-laki dengan saudaranya, anak saudaranya, dan kerabatnya sangatlah dekat. Namun fanatisme kabilah sangat tinggi bahkan mereka rela mati karena fanatisme tersebut,sebab landasan aturan sosialnya adalah fanatisme rasial dan marga.

Sifat dan karakter ini juga terbentuk karena kondisi geografis Arab yang gersang dan tandus. Sehingga sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis masyarakatnya, yang sangat pemberani dan ingin bertahan untuk selamat dari musuh yang datang dari luar. Meskipun demikian, kadangkala jika berkenaan dengan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan mereka dalam beragama dan khurafat, mereka mempunyai keengganan untuk melanggarnya. Pada akhirnya dapat mengecilkan api permusuhan di antara mereka.

Hubungan antara laki-laki dan wanita, ada perbedaan yang mencolok antara masyarakat berstrata sosial bangsawan dengan strata lainnya. Di kalangan Bangsawan, hubungan laki-laki dan wanita harus melalui persetujuan wali wanita. Seorang wanita tidak bisa menentukan pilihannya sendiri. Berbeda jauh dengan strata lainnya yang mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita. Dalam peraturan perkawinan, masyarakat Arab pra Islam telah memiliki aturan sendiri yang telah mereka sepakati dan jalankan, yakni sistem perkawinan, perceraian dan sistem waris.

Secara garis besar, kondisi sosial bangsa Arab pra-Islam bisa dikatakan sangat primitif. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, manusia hidup layaknya binatang, wanita diperjualbelikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Dari aspek peradaban, Bangsa Arab terbagi menjadi dua peradaban yaitu yang bersifat rohani dan material. Peradaban yang bersifat rohani dituangkan dalam karya sastra dan syair-syair jahili. Bangsa Arab juga dikenal ahli berpidato. Sedangkan peradaban dari segi material dituangkan pada karya seni patung, bangunan dan lain-lain.

Keadaan Ekonomi Masyarakat Arab Pra Islam

Pada masa pra-Islam, perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dikarenakan Jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan Samudera Hindia. Makkah sebagai tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat perniagaan. Hal ini di karenakan letak geografis Makkah yang sangat strategis. Adapun Kota Makkah, tempat kelahiran Rasulullah Muhammad saw, adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota lainnya di negeri Arab. Kota ini menjadi jalur utama perdagangan yang menghubungkan antara Yaman di sebelah selatan Jazirah Arab dengan Syria di sebelah utaranya

Sementara penduduk di daerah pesisir hidup menetap dengan mata pencaharian menggembalakan kambing, berburu, bertani dan berniaga. Keadaan daerah pesisir sering turun hujan. Adapun mengenai perindustrian atau kerajinan, hal ini tidak banyak berkembang di kalangan bangsa Arab. Hasil kerajinan berupa jahit-menjahit, menyamak kulit, dan lainnya kebanyakan berasal dari rakyat Yaman, Hirah, dan pinggiran Syam yang lebih dulu mempunyai peradaban dibandingkan bagian lain Jazirah.

Agama dan Kepercayaan Masyarakat Arab Pra Islam

Bangsa Arab termasuk bangsa yang banyak memeluk agama. Mayoritas penduduknya memeluk agama Paganisme yaitu penyembahan terhadap berhala, setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah, meskipun di tempat lain juga ada. Berhala yang paling istimewa adalah Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar dan di letakkan di Ka’bah, Lata, dewa tertua dan terletak di Thaif, Uzza, bertempat di Hijaz, kedudukannya di bawah Hubal, dan Manat yang bertempat di Yatsrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk mereka.

Agama lain yang dianut oleh kaum minoritas adalah agama Monothisme. Agama tersebut merupakan agama Hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim As, kemudian diteruskan dakwahnya oleh Nabi Ismail. Selain kepercayaan paganisme seperti di atas, keyakinan terhadap tahayul dan khurafat juga menjadi perilaku beragama mayoritas masyarakat Jazirah Arab sebelum datangnya Islam. Mereka sangat mempercayai perkataan peramal, orang pintar (arraf), dan ahli nujum, di samping mereka juga melakukan sendiri thiyarah atau meramal nasib dengan sesuatu.

Sementara itu, sebelumnya sudah ada beberapa agama dan keyakinan yang dianut oleh sebagian kecil saja masyarakat Jazirah Arab, di antaranya yaitu Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’ah. Agama Shabi’ah adalah agama yang menyembah binatang yang menurut mereka mempunyai kekuatan. Fanatisme bangsa Quraisy terhadap agama nenek moyang telah membuat Islam sulit berkembang di Mekkah walaupun Nabi Muhammad sendiri berasal dari suku yang sama.

Secara umum pada periode Mekkah,  kebijakan dakwa yang dilakukan Nabi Muhammad adalah dengan menonjolkan kepemimpinannya bukan kenabiannya. Implikasinya, dakwa dengan stategi politik yang memunculkan aspek-aspek keteladanannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan social (egalitarisme) lebih tepat di bandingkan oleh aspek kenabiannya dengan melaksanakan tabligh. ( Ajid Thohir: 12-13) Adapun dua cara dakwa Rasulullah Saw, yaitu:

Dakwa Secara Diam-Diam

Sebagaimana dengan turunnya perintah itu mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang pertama kali yang menerima dakwanya adalah keluarga dan sahabat. Seorang demi seorang diajak agar mau meninggalkan agama yang menyembah berhala dan hanya mau menyembah Allah yang Maha Esa. Upaya yang dilakukan Rosulullah ini cukup mengalami keberhasilan.

Adapaun beberapa keluarga terdekat Nabi Muhammad SAW yang mulai memeluk agama islam, seperti: Istri beliau sendiri, yaitu Khadijah Kalangan pemuda, yaitu Ali Ibn Abi Thalib dan Zaid Ibn Harits. Dari kalangan budak, yaitu; Orang tua/tokoh masyarakat, Abu Bakar Al-Shiddiq (Badri Yatim: 19).

Setelah Abu bakar masuk islam, banyak orang-orang yang mengikuti untuk masuk agama Islam. Orang-orang ini tekenal dengan julukan Al-Sabiqun al-Awwalun, orang yang terdahulu masuk islam, seperti: Utsman Ibn Affan, Zubair Ibn awwam, Talhah Ibn Ubaidillah, Fatimah binti khathab, Arqam Ibn Abd. Al-Arqam, dan lain-lain. Mereka itu mendapat agama islam langsung dari Rasulullah sendiri. ( Samsul Munir Amin: 2010, 66)

Dakwa Secara Terbuka

Setelah beberapa lama berdakwa secara individual turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwa secara terbuka dan langkah berikutnya ialah berdakwa secara umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat tentang islam secara terang-terangan. Setelah dakwa terang-teranggan itu, pemimpin quraisy mulai berusaha menghalangi dakwa Rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengingkut Nabi semakin keras tantangan yang di lancarkan kaum quraisy.

Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orangorang quraisy menentang seruan Islam ialah: Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dengan kekuasaan; Nabi Muhammmad menyeru kepada hak bangsawan dengan hambah; Para Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat;Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang beruratberakar pada bangsa Arab, pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.

Banyak cara yang ditempuh para pemimpin quraisy untuk mencegah dakwa Nabi Muhammad dari cara diplomatik di sertai bujukrayu hingga tindakan kekerasan di lancarkan untuk menghentikan dakwa Nabi. Namun Nabi Muhammad tetap pada pendirian untuk menyiarkan agama islam ( Badri Yatim: 20-21).

Pada lain pihak situasi Madinah sangat menggembirakan, karena Madinah adalah sebuah basis pertanian . Sebagaimana Mekkah,  Madinah juga dihuni oleh beberapa suku dan tidak oleh sebuah kesukuaan yang tunggal, Madinah adalah perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sangat sengit dan anarkis antara kelompok kesukuaan terpandang suku aws dan khazraj. Permusuhan yang berkepanjangan mengancam rakyat kecil dan mendukung timbulnya permasalahan eksistensi.

Berbeda dengan masyarakat badui warga Madinah telah hidup saling bertentangga dan tidak berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain.  Madinah juga senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolute model badui. Kehidupan sosial Madinah secarah berangsur- angsur di warnai oleh unsur kedekatan ruang dari pada kedekatan kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga yahudi yang mana  sebagian besar penduduknya lebih simpatik terhadap monotheisme (Ira. M. Lapidus: 1999, 38)

Nabi Muhammad meninggalkan rumahnya pada malam 27 Shafar tahun ke-14 dari kenabian atau 12 September 622 M. Peristiwa hijrah Rasulullah Saw dari Mekkah ke Madinah merupakan kehendak dan perintah Allah Swt dengan tujuan agar penyebaran agama islam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw menjadi lebih pesat lagi. Selama 13 tahun Rasulullah berdakwa ajaran Islam di mekkah, Nabi Muhammad telah banyak mengalami pertentangan dan permusuhan. Namun Madinah merupakan kota yang penduduknya lebih mudah menerima ajaran Rasulullah dari pada penduduk  Mekkah. Masyarakat Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammmad dengan suka cita, orang-orang Madinah berbondong-bondong memeluk Islam.Oleh karena itu islam lebih cepat berkembang di madinah.

Pembentukan Sistem Sosial Kemasyarakatan

Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW. Yang paling dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al-Husairy, diuraikan bahwa peradaban pada masa Nabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Muhammad di bawah bimbingan wahyu, diantaranya sebagai berikut.

Pembangunan Masjid Nabawi

Dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah berhenti disuatu tempat maka Rasulullah memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid. Rasulullah ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya sendiri. Saat itu, kiblat dihadapkan ke BaitulMaqdis. Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan atapnya dibuat dari pelepah daun kurma. Adapun kamar-kamar istri beliau dibuat di samping masjid. Tatkala pembangunan selesai, Rasulullah memasuki pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat itulah, Yastrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah Al-Munawwarah.

Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di lingkungan dalam masjid ini, baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual beli maupun perayaan-perayaan. Tempat ini menjadi faktor yang mempersatukan mereka; Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar; Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin dan non Muslimin; Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi, dan Sosial.

Bidang Politik

Nabi Muhammad saw merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh pendudukan Yatsrib, baik orang muslim maupun non muslim (Yahudi). Piagam inilah yang oleh Ibnu Hasyim disebut sebagai Undang-undang Dasar Negara Islam (Daulah Islamiyah) yang pertama. Setiap kelompok mempunyai pribadi keagamaan dan politik. Adalah hak kelompok, menghukum orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang patuh. Kebebasan beragama terjamin buat semua warga Negara. Kewajiban penduduk madinah, baik kaum muslimin maupun bangsa Yahudi, untuk saling membantu, baik secara moril atau materil. Semuanya dengan bahu membahu harus menangkis setiap serangan terhadap kota Madinah.

Nabi saw adalah kepala Negara bagi penduduk Madinah. Kepada Beliaulah segala perkara dibawa dan segala perselisihan yang besar diselesaikan. Munawir Syadzali,  menyebutkan bahwa dasar-dasar kenegaraan yang terdapat dalam piagam Madinah adalah. Pertama, Umat Islam merupakan satu komunitas (ummat) meskipun berasal dari suku yang beragam.

Kedua, hubungan antara sesama anggota komunitas Islam, dan antara anggota komunitas islam dengan komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip: (a) bertetangga baik, (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, (c) membela mereka yang dianiaya, (d) saling menasehati, dan (e) menghormati kebebasan beragama. (Dedi Supriyadi, 65)

Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Selain tiga dasar di atas, langkah awal yang ditempuh Rasullullah setelah resmi mengendalikan Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan mempersaudarakan orang muhajirin dan anshar. Langkah ini dilakukan sejak awal untuk menghindari terulangnya konflik lama diantara mereka.

Dengan cara ini, akan menutup munculnya ancaman yang akan merusak persatuan dan kesatuan dalam tubuh umat islam. Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan orang-orang munafik (hipokrif) yang berupaya menyulut api permusuhan antara Aus dan Khazraj, antara Muhajirin dan Ansar.

Setelah itu Rasulullah juga berupaya menyatukan visi para pengikut Nabi dalam rangka pembentukan sistem politik baru dan mempersekutukan seluruh masyarakat Madinah, sementara itu agar bangunan kerukunan menjadi lebih kuat, Rasulullah membuat konvensi dengan orang-orang yahudi. Dalam kontek ini tampak kepiawaian Nabi dalam membangun sebuah sisem yang mengantisipasi masa depan. Di Madinah, Nabi bersama semua elemen penduduk Madinah berhasil membentuk struktur religi politik atau ”Negara Madinah”.

Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah secara bersama menandatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan hidup bersama yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan bentuk piagam pertama yang tertulis secara resmi dalam sejarah dunia. Sebagai gambaran awal, Piagam Madinah adalah undang-undang untuk mengatur sistem politik dan sosial masyarakat pada waktu itu yangdiperkenalkan oleh Rasulullah.

Sejarah mencatat, Islam telah mengenal sistem kehidupan masyarakat majemuk. Kebhinnekaan,yakni melalui Piagam ini. Ketika itu, umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib, yang berubah nama menjadi Madinah. Di Madinah,  Nabi SAW meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru di bawah kepemimpinan beliau. Masyarakat baru ini adalah masyarakat majemuk, asalnya dari 3 golongan penduduk. Pertama, kaum Muslim; Muhajirin dan Mereka adalah kelompok mayoritas. Kedua, kaum Musyrik, orang2 yang berasal dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam. Kelompok ini golongan minoritas. Ketiga, adalah kaum Yahudi.

Setelah 2 tahun hijrah, Rasulullah mengumumkan aturan dan hubungan antara kelompok masyarakat yang hidup di Madinah.  Melalui Piagam Madinah, Rasulullah SAW ingin memperkenalkan konsep negara ideal yang diwarnai dengan wawasan transparansi,partisipasi. Melalui Piagam Madinah ini, Rasulullah SAW juga berupaya menjelaskan konsep kebebasan. Dan tanggung jawab sosial-politik secara bersama. Karena itu, istilah civil society yang dikenal sekarang itu erat kaitanny dengan sejarah kehidupan Rasulullah di Madinah. Dari istilah itu, juga punya makna ideal dalam proses berbangsa dan bernegara serta tercipta masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis.

Penulis: Ichsanu Aqiel Syarofie, Septi Ayuningsih, & Nanda Afrizal Bisri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top