Radikalisasi pada Kalangan Remaja

teradesa.com. Radikalisasi merupakan proses pemaksaan pengetahuan, pandangan, gagasan, dan ide diri atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain. Bentuk pemaksaan dalam praktiknya bermacam-macam, ada yang bersifat terror, tindakan fisik, dan/atau melakukan kegiatan destruktif. Kajian yang dilakukan oleh Schmid bahwa setidaknya terdapat tiga hal untuk memahami radikalisasi, yaitu; Pertama, penggunaan tekanan dan strategi memaksa dengan jalan kekerasan dan non-kekerasan. Kedua, intimidasi atau dukungan terhadap berbagai bentuk kekerasan untuk mencapai tujuannya. Ketiga, kekerasan ekstrim atau teroris. Akhir-akhir ini tindakan semacam ini dikemas dalam bentuk dakwah agama.

Agama pada hakekatnya merupakan cara pandang tentang relasi diri individu dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan sosialnya. Cara pandang memberikan arahan, bagaimana pandangan, pemikiran, sikap, dan perilaku sehingga menghasilkan norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam kehidupan bermasyarakat menjadi suatu keniscayaan jika setiap orang memiliki cara pandang terhadap diri dan lingkungan sosialnya. Karena setiap orang memiliki otoritas pengetahuan, gagasan, ide, dan kehendak yang merupakan manifestasi pengetahuan sosialnya. Dalam konteks inilah, agama sering dijadikan alat dengan dalih dakwah.

Sumber Perbedaan

Perbedaan cara pandang dalam beragama bersumber dari cara memahami teks ajaran agama (kitab suci). Sikap dan perilaku keagamaan bukan agama, tetapi wujud pemahamannya terhadap teks kitab suci. Semua pengetahuan dan pemahaman atas teks adalah bersifat relatif. Kebenaran pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu teks kitab suci tidak boleh dimaknai sebagai pengetahuan mutlak. Memutlakkan pengetahuan dan pemahaman justru akan mengarah pada sikap memandang lainnya sebagai sesuatu yang salah. Semua kebenaran dalam alam relasi kemanusiaan adalah relatif, karena kebenaran mutlak hanya ada satu yaitu Tuhan.

Radikalisme beragama dipengaruhi oleh truth claim diri tentang kebenaran pengetahuannya. Seseorang atau kelompok yang sering mengklaim kebenaran lebih mudah dimasuki oleh doktrin-doktrin yang mengeneralisasi bahwa semua orang diluar dirinya adalah salah. Selanjutnya akan memudahkan baginya terperangkap pada apa yang oleh Wictorowitcz dikonsepsikan sebagai cognitive opening. Cognitive opening adalah situasi ketika  seseorang menemukan cara pandang yang memberi penjelasan terhadap situasi  disekitarnya yang dinilai tidak adil.

Beberapa obyek kajian yang bersifat provokatif dengan menunjukkan ketidakadilan di masyarakat, terutama di Negara-Negara sedang berkembang (miskin) cenderung lebih menyuburkan berkembangnya opening cognitive. Selain itu, Negara-Negara yang memiliki kecenderungan konflik, terutama yang mengarah pada mengorbankan umat Islam, maka mudah menjadi tempat berkembangnya radikalisme. misalnya; konflik Muslim-Kristen di Ambon, kasus penodaan agama Islam oleh Ahok, kekejaman tentara Amerika di Afganistan, Iraq, penjajahan Israil di Palestina, dan sebagainya.

Faktor Radikalisme

Radikalisasi yang berkembang pada komunitas mahasiswa di Indinesia tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Ada beragam faktor yang mempengaruhinya. Pertama, keyakinan. Keyakinan terhadap “kebenaran” merupakan faktor penting fenomena munculnya radikalisme. Mereka memiliki keyakinan bahwa kebenaran datangnya dari Tuhan, yang disabdakan dalam al-Qur’an. Sikap dan perilaku sosial budaya yang berkembang di masyarakat hendaknya mencerminkan atau bersumber dari al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber kebenaran itu. Jika terdapat ayat-ayat yang belum jelas dan sulit diterapkan dalam hidup keseharian, maka hendaknya dicarikan ayat-ayat lain yang dapat menjelaskan atau tafsiran ulama’ salaf.

Keyakinan bahwa Allah swt menurunkan al-Qur’an dan contoh kekhalifahan Rasulullah saw selama kepemimpinannya di Makkah dan Madinah. Pemerintahan hendaknya dibangun berdasarkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan tafsiran atau best practice ulama’ salaf. Keyakinan ini ditanamkan pada setiap kader (anggota) sehingga banyak mempengaruhi pemahaman, sikap, dan perilaku. Perkaderan merupakan bagian pendidikan formal yang dikembangkan agar memiliki keseragaman pemahaman, sikap dan perilaku. Pendidikan dan perkaderan dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan keyakinan sehingga memudahkan bagi proses pencapaian tujuan organisasi. Pendekatan yang biasa digunakan dalam perkaderan organisasi adalah doktrin tentang nilai-nilai, wawasan, dan arah pengembangan organisasi.

Model perkaderan yang dikembangkan kelompok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu; perkaderan nonformal dan informal. Perkaderan merupakan kunci utama keberlangsungan komunitas radikalisme. Rekrutmen nonformal merupakan pendekatan terhadap individu-individu baru diluar anggota keluarga komunitasnya. Sedangkan metode informal adalah rekrutment anggota yang dilakukan secara sistematis terhadap anggota-anggota keluarga masing-masing kader tetap. Kebanyakan mereka menempuh jalur rekrutmen nonformal.  Problem kemasyarakatan bersumber dari sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. Keyakinan-keyakinan demikian merupakan bagian yang dikaji secara rutin dan berkala dalam forum-forum nonformal.

Daulah Islamiyah selalu menjadi tema penting dalam kajian-kajian yang dilakukan oleh kelompok ini. Ketidakberdayaan, masalah sosial, penguasaan asing terhadap sumber kekayaan Negara, dan kemiskinan merupakan akibat dari pemerintahan sekuler. Menurut responden bahwa cita-cita utama kelompok radikal adalah Daulah Islamiyah, sebagaimana disampaikan kepada peneliti, “sistem pemerintahan menentukan keadilan dan kemakmuran, masalah yang dihadapi bangsa dan Negara Indonesia adalah karena kesalahan memilih sistem pemerintahan sekuler. Cita-cita baldatun toyyibatun wa robbun ghofur mengisyaratkan pentingnya sistem pemerintahan yang bersumber dari Allah swt”.

Kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan dapat direalisasikan jika Negara menganut sistem khilafah. Menurut responden bahwa menerapkan khilafah dalam pemerintahan merupakan kebutuhan mendesak saat ini, sebagaimana disamoaikan berikut. “banyak masalah yang dihadapi oleh Negara-negara dengan sistem sekuler, misalnya terjerat hutang, kemiskinan, kehancuran moral pejabat dan anak muda, kebodohan, atheism, dll. Jika kembali ke sistem pemerintahan khilafah, maka semua masalah bangsa dan masyarakat tersebut dapat diseleseikan, karena Islam memberikan tuntutan dan arahan yang jelas sebagaimana disabdakan dalam al-Qur’an”.

Kedua, skripturalis. Komunitas radikal yang mulai berkembang dibeberapa kampus selalu mengadakan kajian rutin keagamaan. Bahan-bahan kajian terutama adalah al-Qur’an yang diterjemahkan dan ditafsirkan secara tekstual. Menurut responden pendekatan kajian yang dilakukan oleh komunitas radikal adalah skripturalis. Pengetahuan dan sikap radikal yang berkembang pada sebagian kecil di kampus karena pendekatan kajiannya yang bersifat scriptural, yakni kajian al-Qur’an yang tercerabut dari konteksnya. Al-Qur’an sejatinya kandungannya ada yang bersifat lokal, dan mengikuti waktu tertentu, mutasyabihat, dan sesuai dengan kondisi di mana ayat-ayat itu diturunkan.

Menurut pemahaman responden bahwa al-Qur’an merupakan qoul dari dzat yang maha benar, maka kebenarannya tidak boleh ditafsirkan dengan qoul atao logika manusia yang serba terbatas (relative). “tidak masuk akal bahwa kebenaran al-Qur’an yang bersifat mutlak harus ditafsirkan dengan pandangan, pendapat, atau kitab yang tulis manusia. Fikiran dan panca indra manusia adalah bersifat relatif, atau kemampuannya terbatas, maka bagaimana mungkin hal yang terbatas dijadikan alat untuk menganalisis atau menfasirkan yang mutlak”. Penafsirkan al-Qur’an yang benar adalah mendasarkan pada ayat-ayat lainnya dalam al-Qur’an. Jika tidak didapatkan ayat-ayat sebagai penjelas terhadap ayat-ayat mutasyabihat, maka perlu mencari hadits-hadits sehingga pemahaman terhadap ayat tersebut semakin komprehensif.

Ketiga, sentimen politik. Pemerintah menjadi salah satu obyek kajian yang dianggap tidak sesuai atau menyimpang dari ajaran agama Islam. Praktik pemerintahan di Indonesia dianggap menyalahi sistem pemerintahan yang diterangkan dalam al-Qur’an. Kalimat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) disusun berdasarkan ketuhanan yang maha esa, sebagaimana terangkum dalam pembukaan UUD 1945 harus dimaknai sebagai Allah swt. Oleh karena itu, pelaksanaan dan seluruh perangkat pemerintahan hendaknya berbasis Islam. Jika dibiarkan sebagaimana yang sekarang dipraktikkan oleh pemerintah Indonesia, maka semua kebijakan dan peraturan yang dijalankan oleh Negara harus dimaknai sebagai bertentangan dengan misi Islam.

Pemerintah selama ini telah mengabaikan amanah pembukaan UUD 1945. Oleh karenanya sekarang mulai banyak yang tidak percaya kepada pemerintah. Tema-tema demikian menjadi fokus atau objek kajian kelompok radikal. Mereka tidak mau disalahkan atas ketidaksenangannya terhadap pemerintah, apalagi fenomena sekarang banyak para kyai atau tokoh agama yang ditangkap dan dipenjarakan. Responden kepada peneliti menuturkan, “akhir-akhir terjadi fenomena Islamphobia yang ditandai dengan pemenjaraan beberapa kyai, pembenturan antara umat beragama, stigma teroris, dan pengetatan perijinan kegiatan keagamaan. Fenomena ini menjadi titik balik ketidakpercayaan  masyarakat terhadap pemerintah”. Selain itu, keberpihakan pemerintah lebih mengedepankan kepentingan kaum kapitalis dan Negara asing.

Mereka berpandangan bahwa pemerintah telah keluar dari cita-cita bangsa sebagaimana diungkapkan kepada peneliti, “Pemerintah telah menyimpang dari cita-cita yaitu berfungsi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, kepercayaan kami semakin luntur. Pemerintah tidak dapat menjadi wadah untuk kemakmuran dan kesejahteraan”. Menurut mereka bahwa kajian-kajian yang sifatnya mengkritisi kebijakan pemerintah dimaksudkan untuk memberikan perspektif yang berbeda, dan untuk melahirkan kesadaran baru sebagai landasan untuk membuat program dan kegiatan alternatif.

Sasaran Rekrutmen Anggota

Anggota yang terlibat dalam kajian rutin, baik yang dilakukan di kampus maupun di luar kampus kebanyakan adalah usia muda. Menurut responden bahwa alasan utama masuk dalam kelompok radikal ini adalah ekonomi, sebagaimana disampaikan kepada peneliti. “pertama kali saya masuk di kelompok ini karena adanya iming-iming pekerjaan. Saat itu, saya masih lulus dari sekolah menengah atas, mengalami kesulitan tidak mampu kuliah karena ekonomi orang tua yang tidak mampu”.

Menurut pengakuan responden bahwa setelah menjadi anggota kelompok selalu didampingi dalam hal; peningkatan pengetahuan keagamaan, ketrampilan dan pekerjaan, dan diklat perkaderan. Program dan kegiatan kelompok ini difokuskan pada tiga hal utama, yaitu; jaringan dan pengembangan ekonomi, pengetahuan dan wawasaan keagamaan, dan jenjang perkaderan. Jaringan kelompok ini sangat kuat, disiplin, dan tertutup. Awalnya peneliti cukup sulit masuk kedalam kelompok ini, tetapi karena ada orang kunci yang dikenal akhirnya peneliti mendapatkan akses.

Kelompok ini memiliki program pemberdayaan dan pendampingan ekonomi bagi anggota. Program dilaksanakan dengan melibatkan pihak ketiga, misalnya founding, investor, dan/atau lembaga keuangan. Menurut responden bahwa pendampingan dilakukan secara intensif, sebagaimana disampaikan kepada peneliti, “Pendamping program pemberdayaan dan pendampingan ekonomi yang dilakukan oleh kepompok mengikuti jadwal dan orientasi yang ketat. Dimulai dari penentuan kegiatan, dan pelaksanaan serta evaluasi”.

Program dan kegiatan ekonomi menjadi salah satu daya tarik calon anggota baru dikelompok radikal. Ekonomi bagi individu dan kelompok/ organisasi adalah kunci untuk keberlangsungan ekonomi keluarga dan keorganisasian. Bagi mereka, berkembangnya ekonomi anggota secara otomatis meningkatkan daya tarik kelompok dan sumber pendapatan anggaran dan belanja organisasi. Informan menyampaikan kepada peneliti sebagai berikut, “menjadi anggota kelompok/organisasi diwajibkan “sedekah lillah” yang diambilkan dari keuntungan usaha anggota dampingan. Hasil sedekah lillah ini digunakan untuk biaya program dan kegiatan keorganisasian. Setiap bulan, dalam forum kajian keagamaan selalu diumumkan perolehan sedekah dari anggota dan belanjanya”.

Setelah menjadi anggota, tertib, dan rajin mengikuti pertemuan kajian keagamaan dan kegiatan komunitas lainnya, maka mereka secara sistematis dan terencana diajak menonton video, memberi bacaan-bacaan, dan mendiskusikannya tentang kebijakan dan kegiatan pemerintah yang dinilainya tidak berpihak terhadap umat dan kelompok-kelompok masyarakat pinggiran. Tujuan program dan kegiatan ini agar terwujud kesadaran dan kebencian terhadap pemerintah. Kebencian yang tertanam dalam diri anggota diharapkan dapat menjadi pemicu lahirnya sikap dendam terhadap pemerintah.

Kebencian kelompok radikal ditujukan kepada pemerintah dan pihak-pihak yang dianggap bersekutu dengan pemerintah. Untuk melampiaskan kebencian, mereka membuat program tandingan terhadap kebijakan pemerintah, sebagaimana disampaikan kepada peneliti. “kebencian dan dendam terhadap pemerintah dan pihak-pihak yang bersekutu membuat kelompok kami membuat program dan tandingan yang menjurus ke sikap kritis dan pemberdayaan anggota, agar tidak tergantung kepada pemerintah. Misalnya program pemberdayaan ekonomi, perkaderan, dan penguatan ketauhidan. Ketauhidan diperlukan agar anggota hanya memiliki ketergantungan kepada allah swt, bersikap keras terhadap kaum kafir dan pemerintah zhalim”.

Bagi kelompok ini, Indonesia belum menjadi Negara merdeka sejati. Sebagaimana disampaikan kepada peneliti, “Indonesia memang telah merdeka dari imperialis Belanda dan Jepang, tetapi sekarang yang kita rasakan Indonesia bukanlah Negara merdeka. Kita masih terjajah oleh kebijakan dan keinginan kelompok tertentu dan/atau Negara-negara maju, seperti Amerika, Eropa, dan Cina”.

Terutama pemerintahan sekarang cenderung berkerjasama dengan Negara Cina. Program-program, kebijakan dan pembangunan Indonesia masih dikendalikan oleh Negara-negara maju dengan berkedok kerjasama. Kerjasama yang dikembangkan oleh pemerintahan sekarang lebih banyak menguntungkan Negara investor, sebagaimana disampaikan informan kepada peneliti sebagai berikut, “Negara-negara maju sebagai investor lebih banyak menikmati keuntungan ketimbang Indonesia, misalnya pembangunan jalan tol jawa, jembatan, pembangunan OBOR, reklamasi pantai, dan ibu kota baru. Saya kira pemerintah akan menggandeng kapitalis dari China”.

Kelompok radikal berkeinginan untuk merubah sistem yang semakin tidak berdaya dihadapan para kapitalis dan Negara maju. Mereka berpandangan sesungguhnya dapat menjadi Negara maju apabila al-Qur’an dan al-Hadits dijadikan sebagai dasar pembangunan, sebagaimana disampaikan kepada peneliti sebagai berikut. “imperialis masih bercokol di Indonesia dalam bentuk tidak lagi secara fisik. Perencana dan proses pembangunan dikendalikan oleh Negara-negara maju, mereka memberikan pinjaman, dan menyalurkan tenaga ahlinya sebagai syarat pencairan pinjaman”. Mau tidak mau menurut kelompok ini bahwa perubahan secara komprehensip dan menyeluruh hendaknya menjadi prioritas sehingga pemerintah berul-betul menjadi pengendali proses perencanaan dan pembangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top