Saatnya Traveling yang Mentransformer

0
355

teradesa.com. Hidup sejatinya adalah traveling. Perjalanan dari asal ke suatu tempat yang indah dan baik. Semua orang menyukai traveling, karena memang traveling itu menyenangkan, dapat merefresh pikiran, psikhis, dan daya imajinasi. Tujuan seorang pejalan (traveler) adalah tempat-tempat yang indah dan yang mendatangkan kebaikan. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia diciptakan untuk menyukai keindahan dan kebaikan, karena ia diciptakan oleh dzat yang indah, baik, dan menyukai keindahan dan juga kebaikan.

Tradisi traveling sudah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak abad pertengahan. Ibnu Batutah adalah satu diantara yang menyukai traveling. Dalam usianya yang masih sangat muda, Ibnu Batutah sudah mengunjungi 40 Negara (dalam hitungan geografis saat ini). Ibnu Khawas, seorang ahli sufi abad 9 Hijriyah tidak pernah menetap disatu tempat lebih dari 40 hari. Begitu halnya dengan Jalaludin Rumi, sejak kecil, ia diajak oleh ayahnya, Bahauddin Walad pindah dari Kota Balkh (dulu masuk wilayah Khurasan) menuju Bagdad, dan akhirnya menetap di Konya, Turki.

Perjumpaan, dan interaksi traveler dengan beragam situasi, kondisi, budaya, dan orang-orang dalam suatu perjalanan akan membuka wawasan dan pengetahuannya lebih terbuka. Keterbukaan pikiran, pada puncaknya akan menjadikan seseorang bersikap inklusif. Ia tidak alergi dengan budaya tertentu, ia tidak anti terhadap pemikiran tertentu, dan ia tidak mudah menuduh lainnya salah. Bahkan, ia akan mudah bergaul dan mudah diterima dalam beragam golongan masyarakat.

Tujuan utama dari traveling adalah agar seseorang mengalami perubahan. Berubah dari yang tidak baik menjadi baik, berubah dari sikap tertutup ke sikap terbuka, berubah dari ekslusif ke inklusif, dan berubah dari pandangan bahwa hidup adalah saling mengalahkan dan meniadakan ke hidup yang saling merangkul dan saling menjaga eksistensi masing-masing orang. Karena dalam keragaman itulah tersimpan keindahan dan kebaikan.

Hutan yang indah apabila didalamnya terdapat beragam unsur abiotik dan biotik. Unsur abiotik adalah segala makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tanah, energi surya, cahaya, udara, air, iklim, kelembaban, dan bunyi. Sedangkan unsur biotik adalah semua yang bernyawa, misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Begitu halnya dengan lingkungan sosial, pasti beragam. Karena ia tercipta dari keragaman cara berfikir, budaya, kebiasaan, dan bahasa. Dalam keragaman itulah kita menemukan keindahan dan kebaikan. Itulah sedikit ilustrasinya, mengapa keragaman itu indah dan baik.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh traveler, agar ia dapat mengambil dari setiap keindahan dan kebaikan sebagai pembelajaran (QS. al-Baqarah/2: 38). Pertama, jadilah traveler yang aktif. Traveling tidak hanya untuk memuaskan batin, tetapi didalamnya juga perlu membangun berbagai pengalaman, peluang, dan kesempatan dengan berbagai orang-orang yang ditemui. Dari situlah traveler akan mendapatkan rezeki (QS. al-Mulk/67:15).

Kedua, Jadilah traveler yang transformator. Traveling hendaknya dapat mengubah cara pandang dan bergerak ke arah yang lebih baik. Traveler sejati selalu memaknai berbagai peristiwa maupun tempat sebagai pembelajaran yang bersumber dari dzat yang maha indah, agung, dan penyayang. Sehingga ia terinspirasi untuk berubah menjadikannya lebih baik, penyayang dan toleran.

“Perubahan itu seperti pergerakan bulan, dari bentuknya yang sabit menjadi purnama, atau pergerakan bidak dalam permainan catur, di mana prajurit biasa dapat menempati posisi penting. Jadi, pergerakan seseorang dari satu tempat ke tempat lainnya tidak hanya bermakna fisik, tetapi juga memberi kebermanfaatan bagi jiwa dan sesama” (Jalaludin Rumi, Matsnawi Jilid 3, bait 534-535). #Nur Kholis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here