Semua Hanyalah Bayangan dari yang Ada

teradesa.com. Segala sesuatu yang berawal dan berakhir adalah kemasan belaka (Jalaludin Rumi). Sedangkan, hakikat adalah sesuatu yang tidak berawal dan berakhir, ia tidak tak terbatas. Jasad manusia memiliki awal dan akhir, maka ia bukan hakikat. Rupa manusia (ganteng, cantik, buruk, seksi, dll) memiliki awal dan akhir, maka ia hanya kemasan belaka. Harta benda (kaya-miskin) memliki awal dan akhir, maka ia hiasan dunia belaka. Popularitas diri memiliki awal dan akhir, maka ia hanya predikat sementara. Tidak riil, fatamorgana, bayangan.

Kalimat persyahadatan memiliki awal dan akhir, maka ia hanya kemasan belaka. Sholat memiliki awal dan akhir, yaitu; diawali dengan takbirotul ikhram dan diakhiri dengan salam, maka ia bukan hakiki. Puasa diawali pada tanggal 1 ramadlan dan berakhir pada 29/30 ramadlan. Juga, dimulai dari terbitnya fajar dan berakhir pada saat terbenamnya matahari, maka puasa demikian bukan hakiki. Melaksanakan zakat memiliki awal dan akhir, maka ia bukan hakiki. Begitu halnya dengan haji, memiliki awal dan akhir, maka ia juga bukan hakikat.

Lalu, yang hakikat itu apa? Baiklah kita mulai berbicara dari hal yang sederhana. Kebanyakan kita berfikir terbalik. Mengusahakan semaksimal memoles hal yang bersifat duniawi, jasadi bahkan sampai memaksakan diluar yang sudah dimiliki. Hanya supaya terihat wah, terlihat baik, terlihat mengesankan, dan membanggakan. Waktu dan tenaga kita banyak dihabiskan untuk bekerja tanpa tahu waktu dan tempat agar terpenuhi kebutuhan jasadi, melupakan kebutuhan ruhani. Padahal semua hal yang bersifat duniawi hanyalah menggiurkan mata, bukan hati. (QS al-Imran/3: 14).

Persaksian yang diucapkan bahwa Allah swt adalah Tuhan, sedangkan Muhammad saw adalah utusan Allah swt, itu bukan hakikat keberislaman kita diterima Allah swt. Hakikatnya adalah meyakini tanpa batas dan kesediaan meninggalkan tuhan-tuhan (dengan huruf t [kecil]), karena di situ terdapat “la nafi”, yang berfungsi menafikan tuhan-tuhan lainnya, seperti; akik, kuburan, harta, anak, istri/suami, jabatan, dll. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan betapa cintanya kepada anak dan istri tidak mengalahkan cintanya kepada Allah swt, sehingga lebih meyakini bahwa menyembelih Ismail as adalah kebenaran.

Hakikat sholat bukan terletak pada pelaksanaan sholat jasmaniah, yang diawali dengan takbir dan diakhiri salam. Hakikat sholat adalah ketenggelaman jiwa secara utuh dan ketakhadiran tubuh, meninggalkan seluruhnya bentuk lahiriah di luar. Tak tersisa ruang sedikitpun, bahkan untuk Malaikat Jibril. Nabi Bersabda, “Aku memiliki waktu bersama Allah swt yang tidak dapat disusupi oleh seorang Nabi yang membawa pesan atau Malaikat terdekat sekalipun”.

Begitu halnya dengan puasa, bukan hanya sekedar puasa jasmaniah; tidak makan dan minum seharian. Tetapi hakikatnya adalah menafikan seluruh keinginan, kebutuhan, dan harapan selain Allah swt sehingga melahirkan sikap taqwa. Taqwa tidak sekedar bermakna teknis, menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Tetapi, hakikat taqwa adalah kuatnya kesadaran kemahahadiran Allah swt, karena sejatinya Allah swt adalah dzat yang maha hadir (omni present) dalam keseluruhan pola pikir, pola sikap, dan pola laku keseharian. Kesadaran demikianlah yang akan membimbing diri muslim memiliki akhlak yang baik (akhlakul karimah), sebagaimana tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw.

Semua yang kasat mata (manusia, dan alam semesta) adalah bukan hakikat karena semua ini akan berakhir. Ruh manusia dan ruh alam semesta lah yang hakiki, yang akan kembali kepada sumber dari segala hakiki, yaitu hakikat yang riil (Allah swt). Seluruh ruh manusia, ruh alam semesta, jin, dan, bahkan Malaikat pada puncaknya akan berakhir, karena ia hanya hakikat bayangan. Hakikat yang hakiki (hakikat riil) hanyalah Allah swt.

saya, kamu, kita, dan alam jagad raya adalah bayangan dari hakikat yang ada (Allah swt). Dalam sebuah hadis Qudsi, dijelaskan bahwa pada awalnya Allah swt adalah dzat yang tersendiri, lalu Ia menciptakan semua makhluk agar Ia dikenali. Dalam QS az-Zumar/39: 62 difirmankan, “Allah swt adalah pencipta segala sesuatu”. #Nur Kholis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top