Suara Adzan Pertama Di Timor Leste

teradesa.com. Selepas sholat shubuh, saya melihat-lihat keluar masjid. Tampak beberapa ajudan berdiri disebelah jalan dengan pakaian preman. Ini pemandangan biasa setiap shubuh, yang membuat saya kagum terhadap seorang senior. Sang ajudan itu sedang mengawal pimpinannya yang berada di masjid An-Nur, menjalankan sholat shubuh.

Adalah Abang Fransisco, yang sudah beberapa tahun dipercaya sebagai Ketua Mahkamah Agung di Negara Timor Leste, ikut menambah deretan figur-figur muslim selalu dilibatkan dalam pemerintahan di Negara Xanana Gusmao itu.

Sudah beberapa hari saya berada di lingkungan masjid An-Nur Campo Alor Dili, sembari membayangkan daerah ini yang telah berubah. Tahun 1993 saya bersekolah di daerah ini, dengan sangat bersahaja..Masih abege, lugu dan nakal membuat saya tertawa, betapa hidup ini ternyata begitu cepat berubah.

Saya melihat kampung Alor tempat berdirinya masjid An-Nur dalam dua jaman; Indonesia & Timor Leste. Sementara, di jaman penjajahan Portugis, saya hanya mendengar cerita saja. Masjid An-Nur pertama kali didirikan oleh para pendatang dari Arab, yang mula-mula pendiriannya disetujui pemerintah Portugal, yang kala itu menguasai Negeri ini.

Masjid An-Nur masih berdinding dan beratap daun rumbia. Saat suara kumandang adzan, pemerintah Portugis menembakan meriam beberapa kali ke udara. Tembakan itu merupakan bagian dari penghormatan kepada umat Islam Timor Leste, yang akan melaksanakan ibadahnya saat itu. Ini, adalah toleransi awal yang indah, yang dikenang umat islam secara regenerasi.

Di masjid An-Nur yang kini gedungnya sudah modern, ada dua tanda tangan di batu prasastinya. Di jaman Indonesia, Brigjend Dading Kalbuadi sebagai Pangdam Udayana, mengawali pembgunan masjid ini pada tahun 1981. Sementara, setelah Timor Leste merdeka, Xanana Gusmao pada tahun 2014 menandatangani, masjid ini di renovasi pasca konflik tahun 1999.

Perubahan itu menandai perkembangan Islam di Timor Leste makin dinamis. Jika di era Indonesia, tokoh-tokoh Islam penting di dominasi kaum pendatang Arab dan Indonesia, maka pada jaman kemerdekaan berubah drastis. Mulai dari pengelolaan dunia pendidikan dan dakwah Islam di Timor Leste, seluruhnya di orchestrasi oleh putra-putri asli Timor Leste.

Pasca merdeka, seluruh putra-putri Islam asal Timor Leste lulusan Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi rata-rata memilih pulang. Sementara, yang memilih tidak keluar pasca konflik, mereka memilih berada di Timor Leste menjaga masjid dan musholah di daerah masing-masing sebagai aset penting. Pilihan ini dilakukan saat banyak pendatang memilih eksodus meninggalkan Timor Leste, yang kala itu bagai bara api panas.

Islam Mandiri dan Kontributif

Dalam data terakhir, umat Islam Timor Leste berjumlah 23 ribu, dari 1 juta lebih jumlah penduduk saat ini. Di jaman Indonesia, jumlah umat Islam mencapai ratusan ribu. Kendati berjumlah kecil, peran dan kontribusi umat Islam sangat signifikan.

Yayasan An-Nur, yang memiliki sekolah SD, SMP & SMA tidak tinggal diam dengan memainkan peran penting dalam menyediakan pendidikan berkualitas, sejak negeri ini lepas dari Indonesia. Dari ribuan siswa terdapat 95 persen pengajar dan siswa-siswinya beragama non muslim.

Sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan inklusif, pendidikan Islam An-Nur telah tumbuh dengan cara yang cerdas dan elegan ditengah-tengah keberagaman Timor Leste yg baru. Selain An-Nur, MUI Timor Leste (conistil) yang didalamnya anak-anak muda muslim telah membuat langkah-langkah maju dengan sejumlah gebrakan atas nama umat.

Conistil mungkin adalah salah satu yang sering dilibatkan membicarakn persoalan Negara Timor Leste dalam konteks diskresi negara ini bermitra dengan negara-negara Islam di dunia. Sejauh ini langkah mereka masih di internal, membenahi umat dan berkomunikasi intens dengan pihak-pihat luar dan pemerintah setempat.

Tidak tinggal diam, pemerintah Timor Leste selalu mendengar ide-ide besar Conistil, baik dalam program-program kemitraannya maupun yg lain. Sebuah apreseasi yang luar biasa karena Conistil tiap tahun mendapat subsidi dari pemerintah secara berkala. Bantuan ini membuat Islam Timor Leste semakin mandiri dan kontributif berperan dlm berbagai sektor dan bidang kehidupan.

Sebuah Terobosan

Berpikir internal yang dilakukan Islam di Timor Leste, patut diapreseasi. Ini bagian dari melangkah untuk membangun yang besar sebagai terobosan. Ketika didalam sudah selesai, maka untuk besar keluar bisa dilakukan dengan mudah.

Islam Timor Leste harus mampu menyelesaikan label halal sebagai hal yang mendasar, agar Negara ini diminati dan dikunjungi warga luar secara masif. Para investor negara-negara muslim yang hendak ke negara ini, tidak lagi sanksi dengan makanan berlabel halal yang diciptakan umat Islam setempat ketika mereka berkunjung dalam waktu yg lama.

Islam Timor Leste, juga ditunggu untuk menjadi kelompok minoritas kreatif dalam berbagai bidang, yg dibutuhkan Negara. Dengan respon yang positif, Islam Timor Leste akan selalu dibutuhkan oleh Negara sebagaimana para seniornya berkiprah di pemerintah. Ada yang menjadi Menteri, Jaksa, pengusaha sukses dan profesi-profesi lainnya.

Timor Leste bukan saja dibutuhkan di internal, tetapi juga di pentas regional dan global. Ada mimpi pribadi saya, Islam Timor Leste kelak bisa melahirkan dan menggagas lahirnya Islam Timur Pasifik yang dibangun diatas pondasi kultur yang sama seperti Islam Nusantara di asia tenggara, yang berakar dari ras Melayu.

Ide ini baru, orisinil dan genuine. Dari ide ini, Islam Timor Leste yang sudah independen sejak tahun 1999, ia akan tampil menjadi kekuatan baru dalam pergaulan dunia bersama negaranya, yg dikenal sebagai Negara masa depan di Asia dan Pasifik.

Penulis: Lamadi de Lamato
Presiden Buton Action Network, USA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top