teradesa.com. Pekan lalu viral cuplikan video kritikan pedas anggota legislative terpilih, Tia Rahmania dari PDI-P pada saat sekolah di Lemhanas. Tia Rahmania mengkritik Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, yang justru dirinya banyak berkasus malah dijadikan sebagai narasumber tentang korupsi. Tia, justru mempertanyakan integritas Ghufron yang tidak layak menjadi narasumber pencegahan korupsi di Indonesia.
Kebanyakan masyarakat menyetujui dan memberi acungan jempol terhadap keberanian Tia Rahmania. Dia patut menjadi teladan, telah menyuarakan hati masyarakat Indonesia. Masyarakat sudah muak dengan teori-teori korupsi klasik yang keluar dari mulut para pejabat. Tetapi, justru bertolak belakang dengan perilakunya. Indonesia butuh orang-orang yang berani mengkritik dan bersikap tegas untuk tidak korupsi.
Sekarang muncul berita bahwa Ketua umum PDI-P Megawati Soekarnoputri telah memecat Tia Rahmania dari keanggotaan PDI-P. Ini, berarti Tia Rahmania gagal akan dilantik sebagai anggota DPR-RI. Tia memperoleh suara tertinggi di Dapil Banten I Lebak-Pandeglang sebanyak 37.359 suara. Setelah ia dipecat, maka posisinya digantikan oleh Bonnie Triyana yang memperoleh 36.516 suara.
Berbagai sumber telah mengkonfirmasi perihal pemecatan Tia Rahmania. Ribka Tjiptaning Proletariyati, enggan membeberkan proses pemecatan Tia Rahmania sebagai kader. Ia hanya menjelaskan bahwa pergantian anggota legislatif dan pemecatan kader partai merupakan hak prerogratif dari Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Kasus pemecatan kader partai tidak hanya terjadi pada Tia Rahmania, sebelum-sebelumnya beberapa kader juga dipecat Ketumnya, dengan berbagai alasan untuk melegalkannya. Ujung-ujungnya, sampai detik ini Ketum partai memiliki kekuasaan totaliter. Tidak ada proses demokrasi, meski di sekolah-sekolah kita diajarkan tentang demokrasi.
Menyatunya banyak partai ke penguasa akhir-akhir ini telah jelas memberi gambaran bahwa domokrasi yang dibangun partai hanyalah untuk memenuhi kepentingan tokoh partai. Bukan, untuk kepentingan masyarakat. Sekali lagi, anggota parlemen tunduk pada kekuasaan ketua parpol, bukan untuk kepentingan masyarakat pemilih. Wes donk to?